Yogyakarta, Mediaperkebunan.id
Kondisi pergulaan nasional yang begitu-begitu saja meskipun berbagai kebijakan sudah dibuat, menurut Purwadi, Senior Policy Analyst Instiper, berarti mungkin ada masalah dalam tata kelola yang berlangsung selama ini.
“Kuncinya adalah inovasi. Saya menawarkan inovasi ringan yang diharapkan menjadi titik balik kebangkitan gula Indonesia,” kata Purwadi, pada Forum Diskusi Gula Indonesia (FDGI-2-022) yang diselenggarakan Instiper dan PTPN III Holding.
Ada tiga komponen khususnya di Pulau Jawa yang saling terkait yaitu kebun yang dikelola petani, pabrik gula yang dikelola oleh perusahaan dan perdagangan yang dikuasai pedagang. “Apakah ketiga komponen ini sudah bersinergi sehinga gula Indonesia berdaya saing. Ukuran daya saing jelas bila harga pokok bersaing dipasar global. Dengan parameter seperti itu jelas gula Indonesia tidak berdaya saing,” kata Purwadi.
Supaya mencapai efisiesi maka harus ada sinergi antara petani dengan PG untuk menentukan jadwal tanam, penetapan varietas, perawatan sesuai GAP, jadwal tebang sesuai kemasakannya , manintenance PG baik, jaga stabilitas harga gula. Masalahnya sekarang petani dan PG tidak membangun sinergitas tetapi saling mensiasati, masing-masing memiliki strategi berbeda. Sudah tidak ada saling percaya (distrust) antara petani dan PG menjadi masalah struktural.
Maka perlu cara-cara baru, proses dan model bisnis baru membangun kemitraan PG dan petani. Purwadi menawarkan solusi berbasis TI seperti pada petani kelapa sawit dengan nama Tebu Gula Kita terdiri dari Sistim Informasi Manajemen (SIM) Perkebunan Tebu Rakyat (PTR), Platform Penyuluhan Pekebun Tebu Rakyat; Platform SIM Kemitraan Tebu Rakyat.
Tranformasi kemitraan baru petani dengan PG adalah bangun data base petani (by name, by address; by field location, by activity), lakukan pemetaaan, perencanaan bongkar ratoon; siapkan bibit unggul terbaik dengan varietas sesuai kebutuhan masak awal, tengah dan akhir; kawal best practises di lapangan, catat dalam data base; jadwalkan tebang angkut sesuai kemasakan tebu, berikan insentif bagi yang mengikuti program.
Semuanya masuk dalam platform SIM KTR, SIM TPTPTR, SIM PTR. Dengan dukungan SIM ini maka kemitraan baru PG dan petani menjadi trusted, clear and clean, menuju gula berdaya saing tinggi.
Gula ini komoditas yang sangat diatur sehingga PTPN mustahil bisa bekerja sendiri. Ekosistemnya sangat banyak , pabrik paling hanya 30 tetapi kebun didominasi rakyat. Isu kesejahteraan menjadi utama, kalau petani tidak sejahtera maka swasembada gula tidak mungkin tercapai.
Dengan kebutuhan 7 juta ton baik gula konsumsi dan gula industri perlu lahan 1 juta ha yang dikelola dengan benar. Lahan seluas ini tersedia di Jawa dan Sumatera bagian Selatan. Kalau ditambah memenuhi kebutuhan bioetanol 50% berarti perlu 17,5 juta kl maka perlu 3 juta ha, total 4 juta ha.
PTPN sudah merestruktisasi bisnis gula dengan menyatukan dalam Sugar.Co. Karateristik PG Jawa tebu berasal dari rakyat, sedang Sumbangsel berasal dari HGU sendiri. Sugar Co berkolaborasi dengan internasional untuk penguatan riset yaitu dengan Australia dan Brasil.
Meskipun berdarah-darah dengan disediakan anggaran Rp4,5 triliun, produksi gula bisa meningkat 11% jadi 858.000 ton dan berhasil kendalikan harga. “Saya jamin sampai Januari harga gula stabil tidak akan naik. Tetapi Pebruari belum tahu karena mulai giling. Dulu untuk giling PG pinjam dari pedagang dengan jaminan gula dibeli pedagang dengan harga murah, sekarang dari kita sehingga stok bisa dikuasai. ,” katanya.