Jakarta, Mediaperkebunan.id
Eropa merupakan salah satu kawasan yang konsumsi kopinya terbesar di dunia dengan konsumsi perkapita rata-rata 5 kg/tahun. Kopi Indonesia sudah dikenal di Eropa. Ekspor kopi Indonesia ke Eropa sebesar USD 213,85 juta, dan berjumlah 14% total dari impor Eropa. Potensi peningkatan ekspor masih besar. Andri Hadi, Duta Besar RI untuk UE, Belgia dan Luksemburg menyatakan hal ini.
Uni Eropa juga telah mempublikasikan dan mengakui daftar 19 Kopi Indikasi Geografis Indonesia.Adanya European Green Deal dengan konsep Farm to Fork membuat produksi kopi harus sustainable, tracebility, pengurangan residu pestisida dan lain-lain.
“Memang persyararannya menjadi sangat ketat tetapi pada akhirnya akan baik buat kopi kita. Semua stake holder di Indonesia baik petani, pemerintah, perguruan tinggi, lembaga penelitian, eksportir, masyarakat sipil harus bekerjasama untuk mencapai sustainable kopi. Mudah-mudahan ekspor kopi Indonesia ke Uni Eropa semakin besar,” katanya.
“Saat ini Tim KBRI dan Kementerian Perdagangan sedang dalam tahap penyelesaian perundingan untuk menetapkan regulasi Indonesia – European Union Comprehensive Economic Partnership, yang hasilnya akan membawa keuntungan. Saat ini nilai perdagangan Indonesia Eropa USD 43 miliar, kalau perundingan sukses akan bertambah USD2 miliar. Paling diuntungkan adalah produk pertanian karena pembatasan akan berkurang ,” katanya.
Paramita Mentari, Direktur Eksekutif SCOPI menyatakan dengan terbitnya proposal “European Green Deal” dari Komisi Eropa, yang berisi beberapa peraturan baru mengenai iklim dan lingkungan. Salah satu komponennya adalah strategi “Farm to Fork”, yang mengedepankan bahwa ‘Pangan Eropa harus aman, bergizi dan berkualitas tinggi’.
Dampaknya adalah semakin banyak pestisida yang tidak lagi diizinkan untuk digunakan di Uni Eropa, yang berakibat MRL (Maximum Residue Levels) atau tingkat residu maksimum termasuk dalam perhitungan batas deteksi semakin rendah. saat ini kadar MRL Glifosat dalam green bean kopi di Uni Eropa sebesar 0,1 mg/kg dan akan diusulkan untuk diturunkan menjadi 0,05 mg/kg, yang diperkirakan akan sangat berdampak pada sektor kopi.
Eileen Gordon Laity, Secretary General, European Coffee Federation (ECF) menyatakan pada tahun 2019, Uni Eropa mengimpor 3 juta ton kopi, atau 60% dari ekspor kopi dunia, 31% atau 932.000 ton dari Brasil dan 22% atau 673.000 ton dari Vietnam. Jerman merupakan importir terbesar sekitar 1,1 juta ton (33%) disusul Italia 604.000 ton (20%).
Green bean diroasted dan dibubuk, kemudian diekspor lagi sehingga Eropa merupakan eksportir roasted dan ground kopi terbesar di dunia. Eropa memproduksi 1,8 juta ton roasted coffe terdiri dari Jerman 572.000 ton (31%), Italia 508.000 ton (28%), Spanyol 143.000 ton (8%), Belanda 136.000 ton (7%), Perancis 133.000 ton (7%), Swedia 91.000 ton (5%).
Eropa merupakam konsumen kopi/kapita tertinggi di dunia yaitu di atas 5 kg dengan Finlandia 12 kg, Norwegia 9,9 kg, Denmark 8,7 kg, Swedia 8,2 kg. Pasar Uni Eropa juga merupakan pasar terbesar untuk kopi specialti, dan kopi bersertifikasi seperti sertifikasi UTZ/Rainforest Alliance, Fairtrade, Organic, 4C dan lain-lain. Sedang untuk kopi organik kedua terbesar setelah Amerika Serikat.
Kopi merupakan salah satu komoditas yang masuk dalam rantai pasok bebas deforestasi. Kemungkinan kebijakan EU terkait kopi kedepan adalah meningkatkan due dillegence, benchmarking , wajib sertifikasi dan labeling, country carding mengkategorikan tiap negara berdasarkan deforestasinya ada yang merah, kuning dan hijau dan ini menentukan bisa tidaknya ekspor.