2022, 13 April
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Penerbitan Permentan nomor 3 tahun 2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, Serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit esensinya adalah sebagai pemotongan birokrasi dan kemudahan bagi pekebun untuk memberikan terobosan agar PSR lebih dipercepat. Plt Dirjen Perkebunan, Ali Jamil, menyatakan hal ini pada Rapat Dengar Pendapat Panja Pengelolaan Sawit Rakyat Komisi IV DPR RI.

Lewat Permentan ini ada 2 jalur pengajuan PSR yaitu lewat dinas dan kelembagaan petani yang bermitra dengan perusahaan bisa mengajukan langsung ke BPDPKS. “Sampai saat ini jalur pertama lewat dinas kemudian rekomtek Ditjenbun masih berjalan dengan baik sedang jalur kemitraan belum ada realisasi,” kata Ali Jamil.

Perubahan lain adalah semula ditetapkan penerima dana maksimal 4 Ha/Kepala Keluarga sekarang 4 Ha/pekebun. Sampai saat ini rekomendasi teknis yang sudah dikeluarkan Ditjenbun adalah 258.136 Ha, untuk 1.422 kelompok tani, 112.816 pekebun. Realisasi tumbang chiping 174.892 Ha (67,63%) dan tanam 147.106 Ha (56,89%). Realisasi tahun ini mencapai 1.582 Ha atau 0,88% dari target.

Tantangan yang dihadapi adalah terkait empat hal yaitu legalitas lahan, pekebun, dukungan stake holder dan kelembagaan pekebun. Legalitas kebun permasalahannya adalah belum SHM, lahan terindikasi dalam kawasan hutan, indikasi tumpang tindih dengan HGU dan hak atas tanah lainnya.

Sedang masalah pekebun adalah kebun yang masih produktif dan trend harga TBS tinggi menurunkan minat pekebun, banyak pekebun yang harusnya sudah replanting sekarang menunda. Masalah lainnya adalah hilangnya pendapatan petani pada saat masa peremajaan kebun, pekebun masih memiliki pinjaman di bank sehingga ada kendala akses dana lanjutan.

Terkait dukungan stakeholder adalah belum ada upaya konkrit perusahaan perkebunan mengambil peran PSR, peran asosiasi pekebun sawit untuk mendorong anggotanya mengusulkan PSR, perlu dukungan kuat dari kepala daerah (kepala desa, camat, bupati , gubernur). Masalah lainnya adalah petani yang dipanggil aparat penegak hukum sehingga mereka enggan ikut PSR.

Baca Juga:  Ekspor Sawit Turun, Produsi Naik  

Masalah kelembagaan pekebun adalah belum memiliki legalitas kelembagaan, hubungan kelembagaan pekebun dengan anggota, kapasitas dan kapabilitas pengurus kelembagaan pekebun yang belum mumpuni.

Upaya yang diatasi untuk kebun yang berada di dalam kawasan hutan calon peserta PSR adalah 12.533 Ha tersebar di Riau 9.907,51 Ha, Sumsel 1.906,52 Ha, Bengkulu 5,92 Ha, Sumbar 110,74 Ha, Kalteng 1.113 Ha, Sultra 299,73 Ha. Sedang dalam proses identifikasi 6.357,2 Ha dan diusulkan masuk peta indikatif untuk revisi 1 5.798,32 Ha.

Pekebun yang takut kehilangan pendapatan diberi bantuan benih tanaman sela dengan menggunakan APBN Kementan. Pemerintah juga sudah minta perusahaan yang terikat dengan plasma untuk menggerakkan mereka supaya ikut PSR.

Untuk memastikan benih yang digunakan untuk PSR benar maka benihnya wajib bersertifikat yang dikeluarkan oleh balai sertifikasi benih yang berada dibawa dinas provinsi. Tanpa sertiifkat maka benih tidak bisa digunakan untuk PSR.

Tim teknis Ditjenbun juga sudah mengkaji bahwa dana Rp30 juta/Ha sekarang sudah tidak layak, Hasil kajian menunjukkan saat ini yang layak adalah Rp50-60 juta/Ha. “Kami mengharapkan dana hibah peremajaan PSR bisa dinaikkan minimal lebih mendekati kelayakan saat ini,” kata Plt Dirjenbun.