JAKARTA, Mediaperkebunan.id – Peluang ekspor kelapa sawit ke Swiss semakin terbuka. Hal ini menyusul adanya persetujuan masyarakat Swiss yang mendukung kesepakatan perdagangan bebas dengan Indonesia, termasuk di dalamnya produk kelapa sawit (CPO), Minggu (7/3).
Dalam jajak pendapat yang diselenggarakan pemerintah Swiss menunjukkan bahwa 51,7 persen masyarakat Swiss setuju dengan perjanjian tersebut. Berdasarkan kesepakatan tersebut, tarif akan dihapus secara bertahap dari hampir semua ekspor terbesar Swiss ke Indonesia. Sementara Swiss akan menghapus bea atas produk industri Indonesia.
Sedangkan untuk minyak kelapa sawit sawit (CPO), bea cukai tidak akan dihapus namun mengurangi antara 20 – 40 persen dan volume yang dibatasi hingga 12.500 ton per tahun. Minyak sawit yang diimpor harus memenuhi standar lingkungan dan sosial tertentu.
“Ini adalah pertama kalinya rakyat akan dipanggil untuk memberikan suara pada perjanjian perdagangan,” kata Presiden Swiss, Guy Parmelin dalam konferensi pers mengenai pemungutan suara tersebut, seperti dikutip AFP.
Parmelin mengatakan, pemungutan suara bukan cara untuk menghilangkan ‘perdagangan bebas yang menjelek-jelekkan’. “Tanpa kesepakatan dengan Indonesia, perusahaan Swiss akan dirugikan,” tegasnya.
Sebelumnya kebijakan impor CPO ditentang sebagian masyarkat Swiss didukung aktiviis lingkungan karena dianggap sebagai sumber deforestasi. Sehingga pemerintah Swiss melakukan jajak pendapat untuk menentukan kebijakannya.
Swiss merupakan negara yang termasuk European Free Trade Association (EFTA) yang dikenan sejak Desember 2018 dan disetujui parlemen Swiss Desember 2019. Kemitraan tertuang dalam perjanjian Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).
Indonesia adalah mitra ekonomi terbesar ke-44 Swiss dan pasar ekspor terbesar ke-16 di Asia. Pada tahun 2020, ekspor Swiss ke Indonesia berjumlah 498 juta franc Swiss atau sekitar Rp 7,6 triliun (asumsi Rp 15.346/franc Swiss). (YR)