Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah, Kementerian Perindustrian, Roy Sianipar mengatakan, minyak atsiri memiliki peran yang strategis baik untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun luar negeri. Sebagai bagian dari industri hulu agro sangat potensial untuk dikembangkan.
Roy menyebutkan, nilai ekspor minyak atsiri Indonesia pada 2015 mencapai 12,9 persen, sedangkan impor sebesar 6,9 persen. “Tingginya nilai impor minyak atsiri ini karena terbatasnya bahan baku dari dalam negeri, sehingga mesti dilakukan impor,” ujarnya dalam Konferensi Nasional Minyak Atsiri di Banda Aceh (19/10) lalu.
Menurut Roy, perkembangan minyak atsiri di Indonesia berjalan agak lambat. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor yang menjadi masalah yang sangat erat kaitannya satu sama lain. Rendahnya produksi tanaman, sifat usahatani, mutu minyak yang beragam, penyediaan produk yang tidak bermutu, fluktuasi harga, pemasaran, persaingan sesama negara produsen dan adanya produk sintetis menjadi faktornya.
Konferensi Nasional Minyak Atisiri (KNMA) pada 2016 diselenggarakan di Banda Aceh ini mengakat tema “Revitalisasi Industri Atsiri Melalui Pembangunan Inklusif Berkelanjutan”. Beberapa pemangku kepentingan hadir dalam KNMA 2016 ini antara lain, Kementerian Pertanian, Kementerian Industri, Pemerintah Daerah, perusahaan, petani, dan pelaku usaha. (YR)