Jakarta, mediaperkebunan.id – Harus diakui meski ditengah pandemi Covid-19 pasar perkebunan masih tetap eksis, salah satunya kopi sebagai sub sektor perkebunan yang pasarnya masih tersu meninggi.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Selama 13 tahun terakhir (2008-2020) volume ekspor kopi mengalami kenaikan dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,5 persen/tahun. Sedang laju pertumbuhan 10 tahun terakhir 2,01 persen.
Volume ekspor tahun 2020 mencapai 379.354 ton dengan nilai 821.937.000 dollar AS, sedang impor volume 15.693 ton nilai 36.365.545 dollar AS. Rata-rata laju volume impor kopi 44,35 persen. Laju pertumbuhan nilai ekspor kopi selama 2008-2020 turun 0,03 persen dibanding nilai impor kopi meningkat 33,87 persen.
Adapun produksi kopi Indonesia tahun 2020 angka sementara 753.491 ton dari luas areal 1.242. 748 ha dengan produktivitas 806 kilogram (kg)/ hektare (ha). Tahun 2019 angka tetap produksi 752.511 ton dengan luas areal 1.245.358 ha dan produktivitas 803 kg/ha. “Produksi kopi Indonesia 72 persen robusta, 27 persen arabika dan 1 persen liberika,” kata Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Junaedi.
Lebih lanjut, laju pertumbuhan konsumsi kopi dunia tahun 2014-2020 adalah 1,91 persen sedang laju pertumbuhan produksi kopi dunia 2,9 persen. Produsen utama kopi dunia tahun 2020 adalah Brazil 4.140.000 ton atau 39 persen dari total produksi kopi dunia, Vietnam 1.740.000 ton (17 persen), Kolombia 858.000 ton (8 persen).
Sedangkan Indonesia 744.000 ton (7 persen), Ethiopia 442.500 ton (4 persen), Honduras 366.000 ton (4 persen), India 342.000 ton (3 persen), Uganda 337.000 ton (3 persen), Meksiko 240.000 ton (2 persen), Peru 228.000 ton (2 persen).
Konsumsi kopi dunia paling besar adalah Uni Eropa 2.415.060 atau 24 persen dari total konsumi kopi dunia, Amerika Serikat 1.618.920 (16 persen), Brazil 1.344.000 (14 persen), Jepang 443.160 ton (5 persen), Indonesia 300.000 ton (3 persen), Rusia 280.680 ton (3 persen), Kanada 240.660 ton (2 persen) dan Ethiopia 227.800 ton (2 persen).
Sedang konsumsi kopi di negara-negara eksportir adalah Brazil 1.344.000 ton atau 52 persen total konsumsi negara-negara eksportir, Indonesia 300.000 ton (11 persen), Ethiopia 227.880 ton (9 persen), Filipina 198.720 ton (8 persen), Vietnam 162.000 ton (6 persen), Meksiko 145.200 ton (6 persen), Kolombia 122.700 ton (5 persen), India 89.100 ton (3 persen).
Disisi lain, Dedi membenarkan, tantangan pengembangan kopi adalah adanya black campaign (kampanye hitam) meliputi isu-isu lingkungan, sustainability, HAM, kesehatan, persaingan komoditas, tuntutan mutu dan labeliing.
“Alat mesin masih terbatas upaya mengatasinya adalah fasilitasi alat pasca panen dan pengolahan untuk nilai tambah; pembangunan infrastruktur dan penerapan Good Handling Practise,” ungkap Dedi.
Kelembagaan dan SDM masih lemah. Karena itu, kata Dedi, pemerintah berupaya mengatasi dengan peningkatan kapabilitas dan dan kapasitas petani lewat bimbingan teknis dan pelatihan. Kondisi pertanaman banyak tanaman tua/rusak, produktivitas rendah upaya mengatasi dengan penggunaan benih unggul dan GAP.
Masalah lainnya, lanjut Dedi, terbatasnya akses pembiayaan dan regulasi pembiayaan yang belum mendukung. Akses pasar dan promosi masalahnya adalah hambatan tarif dan non tarif.
“Upaya mengatasi hal tersebut maka dengan promosi, standarisasi mutu produk/branding, rantai pasok/pemasaran, distribusi dan logistik,” pungkas Dedi. (YIN)