Suka tidak suka, harus diakui bahwa ekspor kelapa sawit, baik dalam bentuk crude palm oil (CPO) ataupun turunannya bahkan hingga biomassa terus meningkat. Salah satunya ekspor cangkang ke negeri Jepang yang tumbuh sebesar 40% sejak 3 tahun belakangan ini.
Terbukti, bahwa ekspor cangkang sawit ke Jepang tahun 2016 mencapai 450 ribu ton dan ke Korea mencapai 400 ribu ton, dengan nilai total ekspor dari kedua negara tersebut mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Hal ini mengacu kepada harga harga cangkang sawit per bulan Juli 2017 yang saat ini berkisar antara US$ 80 – 85 per ton FOB.
“Tetapi yang lebih penting diperhatikan, permintaan cangkang sawit oleh perusahaan-perusahaan Jepang tumbuh lebih dari 40% per tahun dalam 3 tahun terakhir,” kata Ketua Umum Perhimpungan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI), Bayu Krisnamurthi.
Lebih lanjut, Bayu menjelaskan bahwa jika melihat data yang diperoleh dari Kementerian Perdagangan, dan Industri Jepang menyebutkan bahwa energi mix Jepang saat ini telah mencapai 14,6% dalam bentuk Energi Baru dan Terbarukan (EBT), dimana 2% nya adalah dari bioenergi termasuk cangkang sawit.
Artinya, Jepang mentargetkan untuk meningkatkan EBT menjadi 25% pada tahun 2030, termasuk bioenergi menjadi 4%. “Sehingga dalam hal ini pemerintah Jepang menetapkan kebijakan harga jual listrik dari EBT (dikenal dg Feed in Tariff), maka dengan begitu dapat menarik investasi,” kata Bayu.
Melihat hal tersebut, Ketua Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (APCASI), Dikky Akhmar menyambut baik. Sehingga dengan begitu pihaknya akan menanda-tangani kontrak penjualan cangkang sawit dengan pihak Jepang untuk 10 tahun kedepan, yang akan digunakan untuk 5 pembangkit listrik di Jepang dengan kapasitas sekitar 320 MW.
Sementara itu, Duta Besar Indonesia di Tokyo, Arifin Tasrif, menambahkan, “pihaknya telah ada rencana investasi pembangunan pembangkit listrik 40 MW di Ibaraki Jepang yang akan menggunakan biofuel sawit dari Indonesia sebagai bahan baku energinya”. YIN