Jakarta, mediaperkebunan.id – Perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia tak lepas dari upaya berkesinambungan dalam penyediaan benih unggul. Upaya ini menjadi krusial untuk mendongkrak produktivitas, menjaga ketahanan terhadap penyakit, serta menyesuaikan tanaman sawit dengan kondisi lingkungan yang terus berubah. Dalam konteks ini, eksplorasi sumber daya genetik (SDG) kelapa sawit menjadi salah satu langkah strategis untuk menjamin keberlanjutan industri sawit nasional.
Untuk memperkaya keragaman genetik kelapa sawit nasional, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian bersama GAPKI, Konsorsium Plasma Nutfah Kelapa Sawit Indonesia, PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN), dan Perhimpunan Ilmu Pemuliaan dan Perbenihan Sawit Indonesia (PIPPSI) berkolaborasi dalam riset bertajuk “Program Pengayaan Sumber Daya Genetik Kelapa Sawit Indonesia melalui Kegiatan Eksplorasi ke Tanzania”. Riset ini mendapat dukungan Riset Inisiatif dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) dan juga dukungan sejumlah perusahaan perkebunan.
Menurut Dr. Tony Liwang, Komite Litbang BPDP, eksplorasi ini merupakan bagian dari upaya besar Indonesia dalam meningkatkan produktivitas sawit. Setelah dua revolusi besar sebelumnya yakni penemuan pohon pisifera sebagai tetua jantan yang melahirkan varietas tenera dengan Oil Extraction Rate (OER) lebih tinggi, serta introduksi serangga penyerbuk Elaeidobius kamerunicus.

“Dengan eksplorasi ke Tanzania, kita berharap bisa mendatangkan tidak hanya plasma nutfah baru, tetapi juga serangga penyerbuk baru seperti Elaeidobius subvittatus dan Elaeidobius plagiatus. Ini akan menambah keragaman genetik dan biodiversitas serangga yang pada akhirnya berdampak pada produktivitas nasional,” ujarnya.
Eksplorasi ke Tanzania bukan tanpa alasan. Negara ini merupakan salah satu “center of origin” kelapa sawit yang memiliki potensi keragaman genetik tinggi. Dalam kegiatan yang berlangsung selama dua tahun ini, dilakukan tiga tahap utama yaitu pra-eksplorasi, eksplorasi, dan pasca-eksplorasi.
Pra-eksplorasi diinisiasi oleh GAPKI dan Konsorsium Plasma Nutfah Kelapa Sawit Indonesia, dengan menjalin kerjasama dengan Pemerintah Tanzania melalui Tanzania Agricultural Research Institute (TARI). Kesepakatan kerja sama ditandatangani dalam bentuk “Agreement on Oil Palm Germplasm Collaboration” pada 29 September 2023.
Eksplorasi lapangan dilakukan di 10 wilayah di Tanzania, terdiri atas lima wilayah pesisir dan lima wilayah dataran tinggi. Tanaman yang dikoleksi tumbuh pada ketinggian yang cukup berbeda, mulai dari 3 meter di atas permukaan laut (mdpl) di Tanga dan 1142 mdpl di Tabora. Area koleksi berada diantara 4 0 LS (Kigoma) sampai 110 LS (Ruvuma) dan 290 BT (Kigoma) dan 400 BT (Mtwara).
Tim berhasil mengumpulkan 102 aksesi plasma nutfah: 84 tipe dura dan 18 tipe tenera, dengan variasi warna buah nigrescens (76 aksesi) dan virescens (26 aksesi). Benih dari tandan sawit yang dikumpulkan mencapai lebih dari 83.000 butir, yang kemudian diproses di CABI – United Kingdom untuk memenuhi persyaratan karantina Indonesia.
Benih hasil eksplorasi saat ini dalam tahap pengecambahan di PT Socfin Indonesia dan akan diawasi oleh Badan Karantina Indonesia. Setelah itu, sekitar 45.000 bibit akan ditanam di 14 lokasi perwakilan agroklimat di Indonesia dan satu kebun koleksi nasional.
Tidak hanya mengejar produktivitas, eksplorasi ini juga menargetkan ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik seperti ganoderma, fusarium, dan kekeringan. Hal ini penting karena pohon-pohon sawit di Indonesia yang telah dibudidayakan selama puluhan tahun cenderung mengalami degradasi ketahanan terhadap penyakit dan perubahan iklim.
Eksplorasi ini juga memiliki tujuan jangka panjang yang strategis. Selain memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan Tanzania, hasil riset diharapkan bisa meningkatkan potensi genetik produksi CPO dari 8–10 ton/ha/tahun menjadi 9,2–11,5 ton/ha/tahun. Bahkan, secara nasional, produktivitas sawit ditargetkan meningkat dari rata-rata 4 ton/ha/tahun menjadi 5 ton/ha/tahun.

Sebelumnya, Indonesia juga telah melakukan eksplorasi plasma nutfah ke beberapa negara seperti Kamerun, Angola, dan Ekuador. Selain negara tersebut, terdapat juga negara lain yang telah dikunjungi namun belum mendapatkan plasma nutfah yakni ke Kolombia dan Brazil. Dengan keberhasilan kerja sama dengan Tanzania ini tentunya menjadi langkah signifikan yang diharapkan akan membuat persilangan baru.
Setelah tahap eksplorasi, selanjutnya akan ada proses pembibitan, pengujian multilokasi, hingga pelepasan varietas baru. Sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan lembaga riset menjadi kunci dalam memastikan bahwa eksplorasi ini tidak berhenti sebagai proyek jangka pendek melainkan sebagai fondasi pengembangan sawit Indonesia yang berkelanjutan.
“Kami sangat mengapresiasi segala upaya yang telah dilakukan baik oleh Dirjen Perkebunan, asosiasi seperti GAPKI, maupun para periset. Harapan kami, eksplorasi ini bisa memperkaya biodiversitas sawit nasional dan membuka jalan bagi varietas unggul masa depan,” tambahnya.
Dr. Tony Liwang menekankan bahwa eksplorasi ke Tanzania hanyalah permulaan. Ke depannya, pemerintah dan pelaku industri diharapkan terus mendorong eksplorasi ke negara lain demi memperkaya biodiversitas sawit nasional.
“Kami berharap kerja sama ini tidak berhenti sampai di sini, tapi menjadi fondasi untuk kolaborasi jangka panjang antara Indonesia dan Tanzania, serta kemajuan industri sawit nasional,” pungkas Tony.

