Pemerintah memiliki empat strategi pengembangan sumberdaya manusia pertanian (perkebunan) menghadapi MEA. Pertama, pengembangan dan penerapan SKKNI/KKNI sektor pertanian. Melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 53 tahun 2015, pemerintah telah memberlakukan 31 SKKNI.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Pending Dadih Permana mengatakan, khusus untuk perkebunanan, kita sudah memiliki lima SKKNI yaitu Mandor Kebun, Asisten Kebun, Asisten Kepala Kebun dan Manajer Kebun Kelapa sawit serta Kopi Luwak.
Dadih menghimbau kepada dunia usaha dan industri, LDP dan LSP yang bergerak di bidang perkebunan untuk segera mengimplementasikannya. Sedangkan SKKNI bidang perkebunan lainnya yang belum ada, segera diusulkan ke pemerintah untuk disusun standarnya.
Penumbuhan dan pengembangan LSP dan penguatan LDP sektor pertanian. Kementan telah menumbuhkembangkan LSP sektor pertanian sebanyak lima LSP, dua diantaranya adalah LSP Perkebunan dan Hortikultura, LSP Kopi Indonesia serta lima calon LSP sektor pertanian yang sedang dalam proses pembentukan.
Selain itu, sudah dibentuk Tempat Uji Kompetensi (TUK) sebanyak 31 unit dan 10 Lembaga Diklat Profesi (LDP) yang tersebar diseluruh Indonesia. “Khusus untuk LDP dan TUK perkebunan kita fokuskan di tiga provinsi yaitu Sumatera Utara, Jambi dan Kalimantan Selatan,” ujar Dadih.
Ketiga, menstimulasi pelaksanaan sertifikasi kompetensi tenaga kerja sektor pertanian. Kementan melalui LSP Pertanian telah mensertifikasi sebanyak 2377 orang yang terdiri dari Penyuluh Pertanian, Pengendali Organisme Tumbuhan Pengganggu (POPT) dan pengawas Keamanan Pangan Segar (PKPS) serta 2400 orang sedang dalam proses sertifikasi yang terdiri dari tenaga kerja pertanian termasuk para asisten dan kepala kebun kelapa sawit.
Keempat, mendorong pengembangan standar kompetensi dan program pelatihan/pendidikan berbasis kompetensi pada sektor pertanian. “Saya menghimbau kurikulum yang ada di lembaga pendidikan dan pelatihan perkebunan untuk mengacu pada SKKNI bidang perkebunan. Dengan demikian lulusan dari lembaga diklat akan memiliki ijasah dan sertifikat kompetensi sesuai dengan profesinya,” ujar Dadih.
Kelima, mendorong perjanjian dan pelaksanaan Mutual Recognition Arrangement (MRA) sektor pertanian di lingkup ASEAN. Untuk bisa setara dengan ASEAN, tenaga kerja bidang perkebunan memiliki peluang yang besar. “Untuk itu kita prioritaskan SKKNI/KKNI bidang perkebunan untuk di setarakan pada tingkat ASEAN sehingga tenaga kerja kita di tingkat ASEAN ada perlakuan yang sama,” kata Dadih. (YR)