JAKARTA, mediaperkebunan.id – Dewan Teh Indonesia (DTI) menyambut baik insiatif karbon di perkebunan teh, khususnya perkebunan teh rakyat. Untuk ini akan dibentuk gugus tugas yang menghitung potensi karbon di perkebunan teh rakyat yang luasnya mencapai 49,3 persen dari total areal teh di Indonesia.
“Potensi perkebunan teh rakyat yang besar ini kan mestinya mendapat manfaat dari pasar karbon,” ujar Ketua Umum DTI Rachmad Gunadi dalam seminar bertajuk “Inisiatif Karbon di Sektor Teh” diselenggarakan Business Watch Indonesia (BWI) bekerjasama dengan DTI yang didukung Solidaridad di Jakarta, Kamis, (25/1/2024).
Gunadi menyambut baik ikhtiar baik untuk membahas strategi sektor teh untuk terlibat dalam agenda global pengurangan emisi GRK. “Isu ini (GRK) sangat menarik khususnya di teh yang diharapkan nanti kita realisasikan dengan pelaku usaha,” katanya.
Gunadi mengatakan, isu karbon bisa menjadi altenatif pendapatan baru bagi industri teh. Karena teh mempunyai potensi untuk mengkapitalisasi isu karbon ini. Teh adalah tanaman tahunan yang umurnya bisa 40 tahun, bahkan 100 tahun. Demikian juga dengan tanaman pelindungnya.
Dalam kerangka tersebut, lanjut Gunadi, perdagangan karbon berkembang pesat sebagai solusi krisis iklim berbasis pasar yang dapat mengisi celah pembiayaan, serta memfasilitasi transfer pengetahuan dan teknologi.
Dalam hal ini, kata Gunadi, teh merupakan salah satu jenis komoditas yang mempunyai kemampuan untuk mengurangi konsentrasi emisi di atmosfer. FAO menyebutkan teh sebagai komoditas yang cocok untuk bertransformasi menuju produksi rendah karbon (FAO, 2022).
Tanaman tahunan, seperti teh, dapat menyerap dan menyimpan lebih banyak karbon dibandingkan jenis tanaman pertanian semusim. Karbon akan tetap tersimpan dalam biomassa tanaman dan bahan organik tanah selama tidak ditebang dan terurai. Selain itu, budidaya teh tidak membutuhkan pengolahan lahan secara intensif sehingga tidak merusak struktur karbon yang tersimpan di dalam tanah.
Sebagai komoditas dengan reputasi yang baik, menurut Gunadi, teh mempunyai peluang untuk membangun rantai nilai yang berkelanjutan. Pembangunan proyek karbon dengan teh sebagai vegetasi utama memberikan keuntungan yang menjanjikan, baik dari segi pelestarian lingkungan hidup maupun nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha perkebunan teh.
Perkebunan teh Indonesia memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam agenda global pengurangan emisi GRK. Salah satunya dari segi lahan. Meski area perkebunan teh nasional telah berkurang drastis dari 150.972 hektar pada 2001 menjadi 102.078 hektar pada 2021, namun Indonesia mempunyai perkebunan teh terluas kelima di dunia (BPS, 2022; FAO, 2023).
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHP), Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Dr. Prayudi Syamsuri, S. P., M. Si, sebagai keynote speaker menyinggung upaya dekarbonisasi dan penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk mengendalikan emisi GRK nasional.
Menurut Prayudi, untuk meningkatkan remunerasi harga teh adalah memanfaatkan skema pendanaan karbon yang saat ini mulai dirilis sebagai salah satu insentif komoditi perkebunan. Indonesia juga telah meresmikan bursa carbon pada September 2023 dimana pendanaan awal sudah tercatat 459 ribu ton karbon telah diperdagangkan.
Selain itu, lanjut Prayudi, melalui Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia juga berkomitmen untuk mengurangi emisi di lima sektor prioritas, salah satunya di sektor pertanian, khususnya perkebunan teh.
“Meskipun sektor pertanian rentan terdampak perubahan iklim, namun juga memiliki peran dalam upaya penurunan emisi GRK melalui praktik pertanian rendah karbon,” jelas Prayudi.
Turut hadir dalam seminar “Inisiatif Karbon di Sektor Teh” Ketua Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, M. Akmal Agustira, S. P., M. Sc dan Principal Consultant Peterson Projects & Solutions Indonesia, Nur Hadi.
Selain menjadi forum pertukaran informasi, Seminar “Inisiatif Karbon di Sektor Teh” juga menyediakan ruang kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dan menciptakan sektor teh yang berkelanjutan.
BWI memiliki concern terhadap persoalan-persoalan sektor teh Indonesia dan meyakini bahwa inisiatif karbon di sektor teh ini dapat mendukung keberlanjutan sektor teh Indonesia. Oleh karena itu, BWI bekerjasama dengan DTI sangat mendukung inisiatif karbon di sektor teh ini. (YR)