Jakarta, mediaperkebunan.id – Teknologi dry process dan peningkatan kesejahteraan petani kelapa sawit menjadi topik pembahasan yang mendalam antara Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, dengan pihak Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI).
Pembahasan kedua belah terkait dua topik pengembangan industri kelapa sawit tersebut, seperti dikutip Mediaperkebunan.id di laman resmi Kemendiktisaintik, Sabtu (14/6/2025), dilakukan di Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Perlu diketahui bahwa dry process adalah sebuah inovasi teknologi pengolahan sawit tanpa air atau disebut dengan dry process, dengan penggunaan suhu yang rendah, yaitu di bawah 80°C.
Hal ini tentu sangat berbeda jauh bila dibandingkan dengan wet process atau proses konvensional yang menggunakan suhu 180–200°C dan menghasilkan limbah cair, serta efek gas rumah kaca (GRK).
Nah, teknologi ini dikembangkan melalui kolaborasi antara sejumlah kampus ternama di Indonesia, yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA) Universitas Indonesia (UI), dan mitra industri seperti PT NCA dan Agro Investama.
Hasilnya adalah berupa produk seperti olein murni (RBMO) dan sterim yang telah berhasil diuji dan siap dikomersialisasikan, dengan kandungan kontaminan 3-MCPD yang sangat rendah dan sangat sesuai dengan standar internasional.
Dalam pertemuan itu, pihak DMSI diwakili antara lain Sahat Sinaga (Ketua), Chairman Agro Investama Petrus Chandra, Guru Besar FMIPA UI Budiawan, Direktur Nusantara Green Energi Iman Dermawan, dan Komisaris Nusantara Green Energi, Zokanda Siahaan.
Brian Yuliarto mengatakan, Kemdiktisaintek berkomitmen bersama pemangku kepentingan lintas sektor terus mengupayakan kerjasama yang berdampak nyata pada masyarakat.
Salah satunya, kata Menteri Brian Yuliarto , adalah dengan menyoroti pengembangan riset, teknologi, dan hilirisasi industri sawit nasional bersama DMSI.
“Sawit ini produk yang sangat strategis, tapi belum ada hilirisasi yang dikawal hingga tuntas. Ini kita jadikan pilot, dan kita kawal sampai betul-betul jadi,” ungkap Menteri Brian Yuliarto.
Dalam pertemuan itu kedua pihak mengusung agenda pentingnya pengembangan teknologi pengolahan sawit rendah emisi, peningkatan nilai tambah produk turunan.
Serta pengembangan model bisnis yang inklusif berbasis petani kelapa dengan melibatkan jajaran peneliti, pelaku industri, dan akademisi untuk memperkuat sinergi riset berbasis solusi nyata di lapangan.
Riset terbaru dalam bidang ini yang telah berdampak, antara lain berhasil menghadirkan teknologi dry process dan risetnya akan dilanjutkan pada pengembangan mini plant atau pabrik mini di kebun petani sawit swadaya..
Teknologi ini dirancang hemat akan energi, tidak menghasilkan limbah cair, dan meningkatkan nilai ekonomi bagi petani sawit yang terlibat di dalamnya.
Model bisnis berbasis koperasi akan diterapkan, di mana pabrik dimiliki bersama oleh petani dan akan sepenuhnya dialihkan ke mereka dalam jangka waktu tertentu.
Dalam roadmap awal, ditargetkan pembangunan model pilot di atas 1 juta hektare kebun petani. Sebanyak 34,8 persen dari 6,88 juta hektar (Ha) sawit rakyat diproyeksikan perlu diremajakan (replanting) untuk meningkatkan produktivitas dari 9,2 ton menjadi 21,3 ton per Ha.
Dari sisi ekonomi, proyek ini diperkirakan membutuhkan investasi sebesar Rp171 triliun untuk replanting dan pembangunan infrastruktur pengolahan. Dengan investasi ini, diharapkan dapat meningkatkan revenue industri sawit nasional dari Rp 61,5 triliun menjadi Rp 142,7 triliun per tahun pada 2029, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 16 juta jiwa petani dan keluarga.
Selain itu, juga membuka potensi perdagangan karbon dengan nilai USD15 per ton, di mana Cina siap menyerap hingga 30 juta ton emisi karbon.
Kemdiktisaintek bersama Dewan Minyak Sawit Indonesia juga menyoroti peran produk turunan sawit dalam mendukung gizi masyarakat. Seperti vitamin E dan tokoferol untuk pertumbuhan anak. Strategi distribusi melalui kerja sama dengan produsen makanan nasional tengah digodok, termasuk fortifikasi makanan untuk menanggulangi stunting.
Mendiktisaintek menginstruksikan pembentukan tim khusus untuk menyusun roadmap implementasi, termasuk spesifikasi teknologi, dampak ekonomi, dan skema kolaborasi antara pemerintah, swasta, serta perguruan tinggi. Proyek hilirisasi sawit ini menjadi bukti nyata bahwa ilmu pengetahuan dapat hadir untuk menyelesaikan tantangan bangsa dan mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif berbasis teknologi.