Jakarta, mediaperkebunan.id – Benar, meskipun ditengah pandemi, ekspor sektor Perkebunan masih tetap tinggi, salah satunya dari subsektor rempah. Sehingga dalam hal ini harus diakui bahwa rempash asal Indonesia masih dicari oleh negara luar meski ditengah pandemi.
Menanggapi hal tersebut maka Kementeerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) terus meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan ekspor termasuk pada komoditas pala.
Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Ditjen Perkebunan, Kementan, Hendratmo Bagus Hudoro mengakui bahwa di tahun 2021 ini ada program untuk peningkatan produksi pala. “Adapun kegiatan pala di tahun 2021 ini yaktu perluasan lahan pala seluas 1.450 hektare (Ha), dan rehabilitasi seluas 650 Ha sehingga totalnya 2.100 Ha. Melalui kegiatan ini maka kedepan akan ada peningkatan produksi,” harap Bagus melalui via telpon kepada Media Perkebunan.
Sebelumnya, Bagus pun mengakui, pada tahun 2021, produksi pala ditargetkan sebesar 42.900 ton. Target tersebut sudah masuk ke prioritas nasional sehingga diharapkan ekspor meningkat.
Berdasarkan data statistik Ditjen Perkebunan pada tahun 2018, luas areal tanaman pala di Indonesia 202.325 ha dengan produksi 36.242 ton/tahun. Sedangkan ekspor pala pada 2018 mencapai 20.202 ton.
“Harapannya produksi dapat meningkat sebesar 35 persen, nilai ekspor 300 persen. Nilai ekspor pala ditargetkan meningkat sebesar 1,124 dollar AS pada 2024 dari 112 dollar AS pada 2019,” ungkap Bagus.
Salah satu bukti nyata tingginya ekspor pala sudah terlihat sejal awal tahun 2021. Pertama, Februari 2021, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), telah melakukan ekspor biji pala dan fuli pala dan dikirim ke Belanda dan Italia.
Biji pala yang diekspor ke Italia sebanyak 13 ton dan mampu menghasilkan devisa bagi negara sebesar 82.888 dolar Amerika Serikat (AS). Sedangkan yang diekspor ke Belanda, yakni fuli pala atau bunga pala sebanyak 20 ton dengan nilai devisa sebesar 460.000 dolar AS.
Kemudian lanjut di bulan Maret 2021, ekspor sebanyak 28 ton biji pala senilai 215 juta dolar Amerika Serikat yang berasal Maluku ke China atau Tiongkok.
Bahkan data menyebutkan Indonesia saat ini memasok sekitar 60 persen dari total kebutuhan pasar dunia setiap tahunnya. Jawa Barat pun yang dikenal sebagai lumbung tanaman pangan dalam hal ini padi, juga berkontribusi melakukan ekspor pala, bahkan juga sebagai salah satu sentra produksi pala.
Melihat tingginya permintaan, Bagus mengungkapkan, Ditjenbun komit untuk meningkatkan produksi melalui perluasan lahan.
Pada tahun 2008 saja tercatat luas areal tanaman pala sekitar 4049 ha dengan produksi 778 ton dan rata-rata produktivitas tanaman 359 kilogram/ha. Angka tersebut lebih tinggi dibanding produktivitas tanaman pala nasional.
Bahkan, Kabupaten Sukabumi dan Bogor merupakan wilayah dengan produksi pala terbesar di Jawa Barat. Selain itu, di Jawa Barat juga telah banyak industri pengolahan pala yang lebih berkembang pesat dibanding daerah lainnya, di antaranya adalah minyak atsiri dan manisan pala .
Tanaman pala secara umum dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian sekitar 0-700 mdpl dengan kebutuhan curah hujan yang cukup tinggi yaitu 2000–3500 mm/tahun dan kelembapan udara sekitar 50-80 persen.
Tanaman ini dapat tumbuh biasanya hingga ketinggian pohon 5-15 meter atau bahkan dapat mencapai 30 meter. Pala cocok tumbuh pada suhu udara sekitar 20-30 derajat celcius dengan struktur tanah tempat tumbuhnya memiliki rentang yang cukup besar yaitu dari tanah padat hingga berpasir serta memiliki derajat tingkat 5,5 – 7.
Berdasarkan informasi dari beberapa petani, pemanenan pala dapat dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu tahun. Saat awal musim hujan yang memberikan hasil buah pala dengan kualitas terbaik . Lalu pertengahan musim hujan , biasanya buah pala yang siap panen paling banyak di antara periode lainnya . Lalu, pemanenan di periode ketiga biasanya menurun dan biasanya dapat dipanen pada akhir musim hujan.
Kementan Dorong Produk Organik
Disisi lain, pemerintah juga komit dalam meningkatkan nilai jual dan memperluas pasar pala. Salah satunya yakni melalui esa organik, termasuk pada tanaman pala asal Kepulauan Banda. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/ HK.140/4/2015.
“Memang konsep dusun organik seperti yang ada di Desa Lilibooi ini yaitu dalam satu hamparan terdapat beberapa komoditas perkebunan, seperti pala, cengkeh, kelapa, kakao dan lainnya,” terang Menurut Ketua Kelompok Tani Mutilu, Donisius A.H, atau yang kerap disapa Joni.
Lebih lanjut, Joni mengakui, konsep dusun organik yang dijalankannya sudah ada sejak lama atau turun temurun. Namun, saat ini mulai dikembangkan untuk pemasarannya. Sebab, harus diakui bahwa saat ini pasar internasional sudah mengarah kepada hasil-hasil pertanian organik termasuk hasil perkebunan.
“Jadi sebagian atau rata-rata hasilnya petani menjual ke pengepul. Dari pengepul tersebut lalu dijual lagi ke traider untuk bawa ke Surabaya, lalu dari sana baru ke luar negeri,” tutur Joni.
Namun, Joni mengakui, karena konsep dusun organik maka produktivitasnya tidak bisa diprediksi meski pola yang digunakan adalah budidaya organik. Seperti pupuk, untuk pupuk masyarakat setempat hanya menggunakan pupuk yang berguguran, lalu dikumpulkan menjadi satu dibawah pohon tersebut hingga mengering dan menjadi pupuk.
Memang terkadang ditambahkan dengan kotoran hewan atau ternak, tapi tidak pernah sama sekali menggunakan pupuk kimiawai. Alhasil buahnya pun berkualitas jauh lebih baik jikda dibandingkan dengan tanaman yeng menggunakan pupuk kimiawi.
“Kita melakukan budidaya dusun organik ini sudah sejak lama, dan hasilnya bisa dilihat. Buahnya jauh lebih baik jika dibandingkan dengan tanaman yang menggunakan pupuk kimia,” papar Joni. (yin)