2021, 28 Juli
Share berita:

Jakarta, mediaperkebunan.id – Harus diakui bahwa meski ditengah pandemi ekspor kopi tidaklah kecil. Meski begitu, masih ada beberapa petani yang mengolah biji kopi secara konvensional.

Melihat hal tersebut maka pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) memberikan bantuan alat pasca panen dan pengolahan. Alat itu terdiri dari pulper kopi, washer kopi, huller kopi, solar dryer dome, roasted kopi dan bangunan unit pengolahan kopi.

Seperti di tahun 2021 ini, berdasarkan data Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ditjenbun Kementan memberikan sarana pasca panen sebanyak 182 unit untuk 13 provinsi 14 kabupaten, prasarana pasca panen 13 unit untuk 9 provinsi 11 kabupaten, prasarana pengolahan 49 unit untuk 18 provinsi 32 kabupaten dan sarana pengolahan 353 unit di 25 provinsi 67 kabupaten.

Tidak hanya itu, Ditjenbun Kementan juga melakukan pengembangan program kopi nasional seluas 5.160 hektare (ha). Dari angka tersebut terdiri dari i perluasan kopi arabika di 12 provinsi 22 kabupaten seluas 2.590 ha, rehabiltasi kopi robusta di 1 provinsi 1 kabupaten sebesar 100 ha, peremajaan kopi robusta di 5 provinsi 5 kabupaten seluas 800 ha dan peremajaan kopi arabika di 6 provinsi 14 kabupaten seluas 1.670 ha.

“Agrowisata berbasis kopi juga dikembangkan,” ungkap Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ditjen Perkebunan, Dedi Junaedi.

Lebih lanjut, Dedi menjelaskan, agrowisata berbasis kopi yang sudah ada adalah Kampung Kopi Banaran, Perkebunan Kopi Rowoseneng, Perkebunan Kopi Bojonegoro, Perkebunan Kopi Ijen dan Perkebunan Kopi Kintamani.

Sedang agrowisata yang sedang dalam proses Perkebunan Kopi Pangalengan, Perkebunan Coffe Condor Magelang, Perkebunan Teh Kopi Kelapa Kulon Progo dan Kebun Pagillaran di Batang dengan komoditas teh, kakao, kina, cengkeh, kelapa.

Baca Juga:  Pabrik Inti Sawit Cargill Raih Sertifikasi Berkelanjutan

Hiliarisasi kopi berbasis kelompok tani pembiayaannya diarahkan menggunakan KUR (Kredit Usaha Rakyat) perkebunan dengan bunga 6 persen. Tahun 2020 pembiayaan untuk kopi mencapai Rp1,23 triliun dengan jumlah debitur 53.379 orang.

“Kami juga mendorong indikasi geografis untuk kopi sebagai ciri khas yang tidak ada ditempat lain. Saat ini 36,8 persen produksi kopi Indonesia berasal dari kopi dengan Indikasi Geografis (IG), yang berasal dari 35 IG,” jelas Dedi.

Seperti diketahui, kopi IG pertama di Indonesia adalah Arabika Kintamani Bali tahun 2008. Kemudian Arabika Gayo tahun 2010 dan Arabika Flores Bajawa tahun 2012. Setelah itu setiap tahun selalu keluar kopi IG yaitu tahun 2013 Arabika Kopi Enrekang, Arabika Java Preanger, Arabika Java Ijen Raung, Arabika Toraja dan Liberika Tungkal Jambi.

Tahun 2014 Robusta Lampung dan Arabika Java Sindoro Sumbing. Tahun 2015 Arabika Sumatera Simalungun dan Robusta Semendo. Tahun 2016 Liberaika Rangsang Meranti, Arabika Sumatera Mandailing dan Robusta Temanggung.

Tahun 2017 Robusta Empat Lawang, Arabika Sumatera Koerintji, Robusta Pinogu, Robusta Pupuan Bali, Robusta Tambora dan Arabika Sumatera Lintong. Tahun 2018 Arabika Flores Manggarai. Tahun 2019 Robusta Rejang Lebong.

Pada Tahun 2020, pemerintah memberikan IG Robusta Pasuruan, Arabika Pulo Samosir, Arabika Tanah Karo, Robusta Java Bogor, Robusta Kepahiyang, Robusta Sidikalang, Arabika Sipirok dan Arabika Baliem Wamena. Tahun 2021 sampai Juli sudah ada tambahan Robusta Pagaralam, Arabika Tapanuli Utara, Robusta Flores Manggarai dan Robusta Sumatera Merangin. (yin)