Jakarta, Mediaperkebunan,id
Ditjen Perkebunan sudah mengeluarkan 3 rekomtek untuk sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit. Rekomtek ini untuk satu koperasi di Jambi dan 1 koperasi di Sulawesi Barat. Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar menyatakan hal ini.
Rekomtek sarana dan prasarana yang sudah dikeluarkan adalah satu unit mesin pertanian (excavator) untuk Koperasi Nalo Tantan seluas 1.075, 34 ha di Kabupaten Merangin, Jambi dan satu paket peningkatan jalan seluas 114,938 ha.
Satu paket ekstensifikasi untuk Koperasi Dimensi Mandiri seluas 1.400 ha di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Paket ekstensifikasi berupa bantuan benih, pupuk dan pestisida dalam rangka pembangunan kebun tahap awal.
Sedang rekomtek PSR tahun ini agak terhambat , sampai 13 Agustus 2021 baru untuk 40 kelompok tani dengan jumlah pekebun 3.303 orang luas lahan 8.360 ha atau baru 4,64% dari target 180.000 ha. Padahal tahun-tahun sebelumnya ada trend kenaikan penerbitan rekomtek 45,7%/tahun.
Sampai 13 Agustus 2021 jumlah rekomtek yang sudah dikeluarkan untuk 1.265 kelompok tani/koperasi dengan jumlah pekebun 102.957 orang, luas 237.189 ha, transfer dana BPDPKS 227.913 ha dengan nilai Rp6,158 triliun. Sedang sudah tumbang chiping 158.550 ha (66,85%) dan realisasi tanam 127.818 ha.
“Salah satu tantangan tahun ini adalah adalah rekomendasi BPK RI untuk dapat menyediakan pernyataan bebas kawasan hutan dan bebas perizinan perusahaan perkebunan dan validasi NIK. Masalah lain yang menonjol adalah pemeriksaan aparat penegak hukum kepada pengurus kelembagaan pekebun, dinas kabupaten dan provinsi, juga Ditjenbun dan BPDPKS. Pengurus kelembagaan tani banyak yang mundur karena belum apa-apa sudah diperiksa,” katanya.
Tantangan lain pelaksanaan PSR adalah legalitas lahan yaitu belum Sertifikat Hak Milik; lahan berada dalam kawasan hutan namun sudah memiliki hak atas tanah (SHM) yang terbit terlebih dulu sebelum penunjukkan kawasan; indikasi tumpang tindih dengan kawasan HGU.
Dukunan stake holder juga masih kurang, belum semua perusahaan perkebunan mengambil peran dan terlibat dalam PSR. Saat ini tercatat baru 26 perusahaan saja yang sudah terlibat. Di Riau yang mempunyai lahan sawit paling luas hanya 3 perusahaan saja yang sudah merealisasikan kemitraan dalam PSR.
Harga CPO yang tinggi membuat harga TBS petani juga tinggi, ini menjadi disinsentif bagi petani yang akan melakukan PSR. Meskipun sudah terdaftar mereka memilih menunda peremajaan ingin menikmati harga yang sedang tinggi. Harga TBS saat ini merukapakan rekor yang pernah dialami petani.
Banyak juga petani yang takut kehilangan pendapatan selama masa peremajaan. Ditjebun sudah memberikan jalan keluar berupa tumpang sari bekerjasama dengan Ditjen Tanaman Pangan dan Ditjen Hortikultura. Beberapa perusahaan yang melaksanakan kemitraan satu atap juga sekaligus mempekerjakan pekebun sebagai alternatif penghasilan. Pekebun juga masih memiliki pinjaman di Bank sehingga ada kendala akses dana lanjutan.
Untuk pembedayaan pekebun lewat Inpres Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan yang salah satu tindakannya adalah meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pekebun. Komponennya terdiri dari peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun dalam penggunaan benih bersertifikat dan penerapan praktek budidaya yang baik; peningkatan akses pendanaan peremajaan tanaman bagi pekebun; percepatan pembentukan dan penguatan kelembagaan pekebun; peningkatan penyuluhan pertanian di kawasan sentra produksi kelapa sawit.