Jakarta, Mediaperkebunan.id
Saat ini sesuai dengan UU otonomi daerah kewenangan perizinan perkebunan ada pada bupati/walikota untuk perkebunan dalam satu kabupaten/kota dan gubernur bila lintas kabupaten/kota. Izin yang dikeluarkan oleh kepala daerah berpedoman pada aturan yang sudah dibuat Kementerian Pertanian/Ditjen Perkebunan. Pembinaan kepada pemberi izin juga ada Ditjebun. Heru Tri Widarto, Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan menyatakan hal ini kepada Media Perkebunan.
“Jadi kalau pemda mengeluarkan izin yang tidak sesuai pedoman yang kita berikan maka kita bisa memberi teguran untuk diperbaiki. Salah satu yang harus dilakukan oleh pemberi ijin adalah melakukan Penilaian Usaha Perkebunan (PUP) sebagai evaluasi apakan perusahaan perkebunan benar melakukan sesuai perizinan,” katanya.
Pemda diminta mengalokasikan anggaran untuk PUP ini supaya berjalan dengan baik. Pembinaan PUP di Ditjenbun berada dibawah Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan. Anggaran di PPHBun ada tetapi tentu tidak bisa mencakup semua sehingga partisipasi anggaran pemda sangat diperlukan.
“PUP masih berjalan tetapi masih perlu ditingkatkan lagi. Direktorat Jenderal Perkebunan akan menyurati pemda-pemda yang belum melaksanakan PUP. Kita harus tahu kepatuhan perusahaan-perusahaan perkebunan dalam melaksanakan peraturan ,” katanya.
Sertifikat ISPO merupakan indikator bahwa perusahaan itu mengikuti semua peraturan yang ada, karena itu sekarang bersifat mandatory bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pekebun 2025. Pemerintah akan melindungi perusahaan yang sudah mendapatkan sertifikat ISPO.
Rencana pemerintah yang akan mencabut izin perusahaan perkebunan yang dianggap melanggar regulasi dibidang kehutanan pada saat ini dievaluasi lagi, karena ada perusahaan yang sudah bersertifikat ISPO masuk dalam daftar. Kalau sudah bersertifikat ISPO berarti telah memenuhi ketentuan perundang-undangan.