Jakarta, Mediaperkebunan.id
Kapasitas terpasang kecambah kelapa sawit yang tersebar di 14 produsen saat ini mencapai 218 juta kecambah/tahun. Sedang penjualan tahun lalu mencapai 90 juta , pernah juga tahun-tahun sebelumnya mencapai 100 juta.
“Dengan kapasitas yang demikian besar saya dorong produsen kecambah untuk masuk ke pasar ekspor, jangan hanya menjual di dalam negeri saja. Ternyata sekarang ada trend ekspor kecambah sawit meningkat. Ekspor kecambah kelapa sawit lebih besar dibanding impor” kata Direktur Perbenihan Perkebunan, M Saleh Mokhtar.
Selama ini produsen yang rutin melakukan ekspor kecambah sawit adalah PT Socfin Indonesia, tiap tahun 2,7 juta kecambah ke Afrika, India, Peru dan PNG. Saleh mendorong produsen kecambah lain juga untuk mencoba masuk ke pasar ekspor.
“Ada produsen kecambah menyatakan bahwa dia sudah ekspor ke Malaysia meskipun jumlahnya masih kecil. Bagi saya ini merupakan kemajuan, meskipun kecil yang penting sudah ada. Malaysia sangat ketat sekali persyaratan kecambah bisa masuk ke sana,” katanya.
Diharapkan dengan semakin banyak ekspor maka serapan pasarnya akan meningkat sehingga kapasitas yang ada bisa digunakan semua. Dengan didorongnya ekspor oleh perusahaan lain diharapkan ekspor bisa mencapai 4-5 juta kecambah/tahun.
PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) meskipun besar tetapi belum mampu mendongkrak pasar. Luas areal PSR 180.000 ha/tahun bila berjalan sesuai target kebutuhannya adalah 27 juta kecambah/tahun, Semuanya bisa dipenuhi oleh produsen yang ada.
Impor kecambah sawit sekarang dibatasi hanya untuk kepentingan riset yaitu dalam rangka program pemuliaan untuk menghasilkan varietas unggul baru yang produktivitasnya lebih tinggi. Bisa juga untuk koleksi dalam rangka meningkatkan keragaman genetik. Persetujuan impor oleh Menteri Pertanian melalui PVTPP yang sebelumnya diverifikasi dan diproses oleh Kabalitbang atas nama Menteri.
Impor ditahan hanya benar-benar untuk kepentingan riset . Impor untuk diperjualbelikan diijinkan setelah lolos penilaian Tim Pelepasan Varietas dan dilepas Menteri Pertanian. Produsen diwajibkan harus membangun kebun induk di sini dan diberi jangka waktu sampai 6 tahun. Selama proses pembangunan diijinkan mengimpor kecambah. Lewat 6 tahun kecambah yang dijual harus berasal dari kebun induk di sini dan bukan impor.
“Kita sangat serius dengan hal ini. Kita melakukan kunjungan langsung mencek kebun induk yang sedang dibangun. Ternyata selama ini ada masalah dalam manajemen perusahaan sehingga pembangunan kebun induknya terganggu. Kita beri kesempatan lagi sampai kebun induk terbangun,” katanya.
Ada juga perusahaan perkebunan yang mengajukan izin impor kecambah untuk kebunnya sendiri dengan alasan varietas yang mereka ajukan tidak ada di dalam negeri. Mohktar minta perusahaan itu membandingkan produktivitasnya dengan yang ada di sini.
“Saya minta mereka membeli kecambah produsen dalam negeri yang produktivitasnya sama dengan varietas itu. Malu kita masa produsen sawit terbesar, juga produsen kecambah terbesar malah harus impor. Kalaupun diijinkan misalnya kebutuhan 1 juta kecambah maka hanya 250.000 yang boleh impor, sisanya 750.000 harus beli dari produsen lokal. Varirtas kecambah yang diimpor produktivitasnya harus lebih tinggi dari yang ada di sini,” katanya.