Jakarta, Mediaperkebunan.id
Salah satu masalah perkebunan kelapa sawit rakyat adalah produktivitas rendah. Karena itu PSR merupakan salag satu upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas. Salah satu kunci sukses PSR adalah penggunaan benih unggul. Saleh Mokhtar, Direktur Perbenihan Perkebunan, Ditjen Perkebunan menyatakan hal ini pada pada Webinar “Dampak Program PSR Sarpras dan Pengembangan SDM Bagi Petani Sawit” seri 7 “Dampak Pendanaan BPDPKS untuk Petani Sawit,’ yang diselenggarakan Media Perkebunan dan BPDPKS.
Benih yang baik dan benar adalah modal dasar keberhasilan industri perkebunan. Kesalahan penggunaan benih mengakibatkan kerugian selama umur ekonomi tanaman. Biaya benih sendiri hanya sedikit sekitar 6-7% dari total biaya produksi usaha tani, tetapi sangat menentukan sekali.
Target PSR seluas 180.000 Ha bila terealisasi semua membutuhkan benih siap tanam 26 juta batang, sedang dalam bentuk kecambah 36 juta batang. Tidak ada masalah dalam memenuhi kebutuhan ini sebab kapasitas 19 produsen kecambah mencapai 250 juta butir/tahun.
Upaya Ditjen Perkebunan untuk menjamin ketersediaan dan mutu benih kelapa sawit adalah dengan mendorong produsen benih/calon produsen benih untuk merakit dan melepas varietas unggul baru contoh varietas tahan/moderat ganoderma; memberikan legalitas pohon induk kelapa sawit, dura dan pisifera untuk memproduksi benih varietas unggul; penumbuhan produsen pembesaran di wilayah setempat.
“Kita juga akan melakukan uji DNA benih sebagai langkah awal dalam rangka pengawasan mutu benih guna mendukung PSR. Dalam jangka panjang bertujuan untuk pemetaan yang nantinya dapat digunakan sebagai alat dalam menentukan kebijakan pengawasan pengawasan peredaran benih untuk mencegah/mengantisipasi peredaran benih illegitim di Indonesia,” kata Saleh.
Pemerintah menanggap perlu uji DNA untuk memastikan benih yang diberikan pada pekebun baik dan benar. Ini merupakan salah satu upaya melindungi pekebun. Mutu genetik merupakan bagian dari pengujian mutu bersama mutu fisiologis dan mutu fisik dalam pengujian mutu kecambah untuk penerbitan Surat Keterangan Pemeriksaan Kecambah Kelapa Sawit.
Ahmad Munir dari BPDPKS menyatakan BPDPKS berdiri untuk mengatasi berbagai tantangan kelapa sawit baik dihulu maupun hilir. Tantangan hulu adalah produktivitas rendah, rata-rata memasuki usia 20 tahun perlu peremajaan, keterampilan petani perlu ditingkatkan, pendapatannya hanya berasal dari penjualan TBS, kualitas benih yang tidak baik, TBS dengan rendemen rendah, kurangnya sarana dan prasarana, biaya produksi tinggi.
Produktivitas petani kelapa sawit masih rendah hanya berkisar 2-3 ton/Ha/tahun karena tanaman tua dan menggunakan bibit ilegitim, jauh dibawah perkebunan swasta yang berkisar 5-6 ton/Ha. Kondisi ini berakibat pada kurangnya pendapatan petani dan kesejahteraanya rendah. Solusinya adalah peremajaan dengan menggunakan dana pungutan ekspor.
Kinerja BPDPKS tergantung pada kemampuan untuk menghimpum, mengelola dan menyalurkan dana. Dana yang disalurkan akan memberikan dampak bagi peningkatan kinerja sektor sawit Indonesia. Peyaluran dana dilakukan lewat instrumen kebijakan kementerian terkait , sehingga dengan sendirinya keberhasilan penyaluran dana dan dampaknya sangat tergantung pada disain dan impelementasi program tersebut .
Sehingga sangat penting sekali fungsi kolaborasi dan koordinasi antara BPDPKS dengan kementerian /lembaga pemilik program sehingga bisa berhasil. Dampak dari program BPDPKS harus berupa stabilisasi harga, peningkatan kesejahteraan petani, pengembangan industri sawit berkelanjutan. Program BDPKS untuk pekebun mengikuti pedoman Ditjen Perkebunan untuk PSR, Pengembangan SDM dan Sarpras.
Andi Siddik yang mewakili Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Timur menyatakan sejak tahun 2017-2021 luas tanam peremajaan kebun kelapa sawit melalui dana BPDPKS seluas 5.054,465 Ha atau 21,7% dari total potensi PSR. Terdiri dari 2017 172, 577 Ha, 2018 308,898 Ha, 2019 4.378, 99 Ha, tahun 2020 194 Ha. Tahun 2022 Rencana PSR mencapai 2.240 Ha terdiri dari 2.000 Ha 13 kelembagaan petani di Paser dan 240 Ha 4 kelembagaan petani di Kutai Kartanegara.
Untuk sarana dan prasarana tahun 2021 ada 3 usulan yaitu KUD Sawit Jaya peningkatan jalan produksi 50 Ha; Gapoktan Laburan Bersatu intensifikasi dan Gapoktan Jaflorensia Jaya masing-masing 50 ha untuk intensifikasi, semuanya dari Paser. Sampai Juni 2022 masih menunggu rekomtek dari pusat, pertengahan Juni sudah verifikasi lapangan oleh Ditjenbun.
Tahun 2022 usulan intensifikasi 450 Ha masing-masing di Paser, Kutim, Kukar 150 Ha; peningkatan jalan 300 Ha masing-masing di Paser, Kutim, Kukar 100 Ha; alat transportasi 1 unit dari Kukar; sertifikasi ISPO 2 paket masing-masing Paser dan Kukar 1 paket; alat pasca panen Paser 1 paket dan infrastruktur pasar 1 paket.
Kegiatan pengembangan SDM tahun 2021 6 KUD di Paser penumbuhan kebersamaan dan ISPO dengan peserta 360 orang. Tahap 1 target 180 orang realisasi 248 orang atau 137%. Tahun 2022 direncanakan 21 KUD.
Dampak dari PSR, Sarpras dan Pengembangan SDM perlu pengukuran lebih lanjut dan waktu untuk mengetahuinya. Proses administrasi yang tidak sederhana serta berbagai hambatan baik dari sisi pekebun, pemda, dirjenbun serta BPDPKS menyebabkan target tahunan program pembiayaan BPDPKS tidak dapat dicapai. Realisasi dari target baru dapat dicapai 2-3 tahun berikutnya.
Aliyadi, Ketua KUD Sawit Jaya yang juga menjadi Ketua ASPEKPIR KALTIM PSR di Kaltim pertama kali dilakukan di KUD Sawit Jaya tahun 2017 seluas 172 Ha, penanaman perdana November 2018 dan sekarang sudah berproduksi. Produktivitas sudah diatas 1 ton/Ha. Ini merupakan salah satu manfaat PSR di Paser.
Petani senang mendapat dana hibah sehingga sangat antusias mengikuti program ini. Tetapi tahun November 2020 ketika mengajukan lagi ternyata sampai sekarang rekomtek saja belum terbit. Sekarang proses pengajjuan sampai keluarnya rekomtek perlu waktu sampai 2 tahun.
“Karena terlalu lama menunggu beberapa petani anggota KUD ada yang tidak sabar dan melakukan peremajaan sendiri. Saya cek ternyata benih yang digunakan benih yang tidak jelas. Kalau sudah begini maka tujuan peremajaan tidak tercapai. Karena itu perlu perbaikan baik di kabupaten, provinsi dan pusat supaya paling lambat rekomtek bisa terbit satu tahun setelah pengajuan,” kata Aliyadi.
Petani sangat bersyukur dengan adanya PSR karena bisa meremajakan kebun menggunakan benih unggul. KUD Sawit Jaya adalah eks plasma PTPN XIII sehingga sejak awal penanaman dulu menggunakan benih unggul. PSR menjaga keberlanjutan, sedang yang tidak ikut PSR malah mundur karena meremajakan kebun dengan benih tidak jelas. Mereka kesulitan mengakses benih unggul sementara di pasar banyak beredar benih tidak jelas.