2022, 17 Juli
Share berita:

Jakarta, mediaperkebunan.id – Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit masih bergejolak hingga kini. Menghadapi hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan terus cari solusi mengatasi harga TBS yang masih rendah.

“Tentunya pemerintah menerima semua masukan dari berbagai pihak dan terus melakukan upaya yang tepat bagi pelaku usaha perkebunan baik itu petani maupun perusahaan perkebunan. Diharapkan agar segera ada tindak lanjut dan progres serta solusi positif untuk menyelesaikan dan mengatasi masalah harga TBS,” kata Andi Nur Alam Syah, Direktur Jenderal Perkebunan saat menerima kunjungan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dalam rangka pembahasan harga TBS dan crude palm oil (CPO).

Pemerintah terus aktif, memastikan supaya Kementerian/Lembaga/Dinas/ ataupun pabrik kelapa sawit (PKS) dan pekebun serta pihak terkait lainnya, dapat memberikan kontribusi yang baik dan berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tugas dan fungsi dijalankan dengan pertanggungjawaban yang jelas.

Nur Alam menambahkan, “dalam hal ini diperlukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga/Asosiasi terkait, dalam membuat atau menyusun kebijakan tindaklanjut agar dapat menampung semua masukan dari semua pihak, agar dapat tepat guna, efektif dan efisien dalam menaikkan harga TBS petani dan harga CPO, serta dalam pemenuhan persyaratan petani peserta program peremajaan kelapa sawit baik melalui jalur Dinas maupun Kemitraan.”

Sementara itu, Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono menyampaikan beberapa hal diantaranya bahwa petani kelapa sawit masih mengeluh harga TBS rendah, begitu juga dengan perusahaan perkebunan. Selain itu, bahwa stok CPO sampai dengan bulan Mei sejumlah 7.2 juta ton di tangki-tangki perusahaan perkebunan anggota GAPKI.

Lebih lanjut, CPO merupakan turunan dari TBS maka perlu menaikkan harga CPO domestik untuk menaikkan harga TBS petani. Untuk menaikan harga CPO domestik perlu meningkatkan kinerja ekspor yang saat ini masih rendah, sehingga terjadi stok CPO dalam negeri yang sangat tinggi.

Baca Juga:  Pelaku Usaha Komitmen Patuh ISPO

“Dalam hal ini diperlu dilakukan percepatan ekspor agar stok dalam negeri turun dengan relaksasi perizinan ekspor, dimana dalam waktu minimal 3 (tiga) bulan ini perlu pembebasan ekspor, jadi tidak perlu Persetujuan Ekspor (PE) dan Pungutan Ekspor (levy) juga diturunkan atau dinolkan supaya menjadi insentif bagi eksportir, mengingat harga turun terus untuk menormalkan situasi yang ada,” ujar Joko.

Sehingga untuk menjamin kepastian stok minyak goreng dalam negeri, Lanjut Joko Supriyono, Pemerintah perlu membeli stok CPO Perusahaan Perkebunan dengan harga saat ini selama 6 (enam) bulan kedepan, sehingga ada kepastian dalam penyediaan atau stok minyak goreng curah untuk 6 (enam) bulan kedepan.