Jakarta – Tingginya permintaan kakao baik didalam ataupun luar negeri, maka pemerintah dalam hal ini, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjen Bun) konsisten dalam mengembangkan komoditas kakao.
Seperti diketahui, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pada tahun 2019, urutan volume ekspor biji kakao adalah kakao butter (HS 18040000) sebesar 40,44 persen dari total ekspor, tepung kakao (HS 18050000) sebesar 24,47 persen , kakao paste (HS 18032000) sebesar 13,89 persen, dan biji kakao (HS 18010000) sebesar 8,60 persen.
Adapun Ekspor kakao Indonesia menjangkau lima benua yaitu Asia, Amerika, Eropa, Afrika, dan Australia dengan pangsa utama di Asia. Pada tahun 2019, lima besar negara pengimpor kakao Indonesia adalah Malaysia, Amerika, India, China, dan Belanda. Volume ekspor ke Malaysia mencapai 80,59 ribu ton atau 22,48 persen dari total volume ekspor kakao Indonesia dengan nilai US$ 172,58 juta. Peringkat kedua adalah Amerika Serikat, dengan volume ekspor sebesar 61,77 ribu ton atau 17,23 persen dari total volume kakao Indonesia dengan nilai US$ 285,68 juta.
Peringkat ketiga adalah India, dengan volume ekspor sebesar 28,85 ribu ton atau 8,05 persen dari total volume ekspor kakao Indonesia dengan nilai US$ 82,25 juta. Peringkat keempat adalah China dengan volume ekspor 23,60 ribu ton atau sekitar 6,58 persen dari total volume ekspor kakao Indonesia dengan nilai US$ 84,50 juta. Peringkat kelima adalah Belanda dengan volume ekspor 20,38 ribu ton atau 5,68 persen dari total volume ekspor kakao dengan nilai US$ 106,87 juta.
“Melihat tingginya permintaan kakao, maka kita terus untuk meningkatkan produksi, terlebih tanaman kakao yang ada di dalam negeri sebagian besar dimiliki oleh petani. Artinya dengan meningkatkan produksi maka akan meningkatkan ekonomi petani,” tegas Heru Tri Widarto, kepada Media Perkebunan.
Adapun kegiatan kakao untuk tahun 2021 ini, lanjut Heru, yakni peremajaan seluas 2.975 hektar (ha), perluasan tanaman seluas 200 ha, sehingga totalnya mencapai 3.175 ha. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut maka akan berdampak kepada peningkatan biji kakao nasional.
Lebih lanjut, pengembangan komoditas utama perkebunan akan dikoordinasikan dalam kerangka program Gerakan Peningkatan Produksi, Nilai Tambah dan Daya Saing Perkebunan (Grasida). Diharapkan produksi dapat meningkat sebesar 35%, nilai ekspor 300 persen, penyerapan tenaga kerja perkebunan sebesar 25 persen, peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) perkebunan 25 persen.
Program Grasida ditargetkan ekspor tujuh komoditas meningkat tiga kali lipat. Ekspor komoditas kopi pada 2018 mencapai US$ 818 juta dan ditargetkan naik tahun 2024 sebesar US$ 3.250. Kakao naik dari 1.246 (2018) menjadi US$ 4.132 pada 2024.
Kelapa ditargetkan naik dari US$ 1.268 menjadi US$ 4.319 pada 2024. Jambu mete sebesar US$ 142 dan target tahun 2024 sebesar US$ 438 ; lada sebesar 152 U$D dan target tahun 2024 sebesar US$ 177; pala sebesar US$ 112 dan target tahun 2024 sebesar US$ 1.124 dan vanili sebesar US$ 90,58 dengan target tahun 2024 sebesar US$ 363. Berita selengkapnya ada pada majalah Media Perkebunan edisi September 2021. (yin)