2021, 18 November
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Saat in harga CPO sedang mencapai rekor tertinggi dan berimbas pada tingginya harga TBS (Tandan Buah Segar). “Petani menyatakan belum pernah mendapat harga setinggi ini selama mereka berkebun sawit. Salah satu akibatnya adalah program PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) terhambat, karena petani menundanya,” kata Plt Dirjen Perkebunan, Ali Jamil, ketika mendampingi Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo menyampaikan arahan pada jajaran Ditjenbun beberapa waktu yang lalu.

Ali Jamil minta supaya pekebun jangan menunda-nunda PSR, apalagi yang sudah mengajukan berkas dan rekomteknya sudah keluar. “Kita tidak tahu sampai kapan harga tinggi ini akan bertahan. Jangan harga tinggi sekarang ini yang jadi pegangan. Lebih baik kalau sudah waktunya segera diremajakan. Kalau sampai peremajaan terlambat nanti akan jadi masalah ke depan. Jangan sampai ketika harga rendah produktivitas juga rendah karena terlambat diremajakan,” katanya.

Masalah lainnya sehingga PSR terhambat adalah pendapatan petani selama tanaman belum menghasilkan. Program tumpang sari dengan bantuan benih tanaman pangan dan pupuk anggaranya bukan berada di Ditjen Perkebunan tetapi di Ditjen Tanaman Pangan dengan program perluasan areal tanam yang masuk ke areal perkebunan.

Supaya tumpang sari bisa dilaksanakan oleh semua pekebun peserta PSR, Ditjenbun sudah minta pada Komite Pengarah BPDPKS supaya dana tumpang sari ini bisa dialokasikan diluar dana hibah PSR yang mencapai Rp30 juta/ha. Bantuan diberikan sampai tanaman menghasilkan (3 tahun).

Masalah lainnya adalah panggilan dari aparat penegak hukum baik kepolisian maupun kejaksaan. Ditjenbun menerima surat dari kelompok tani di Bengkulu dan Sumut yang sudah hampir putus asa gara-gara panggilan aparat hukum. Dirjenbun juga pernah dipanggil Kejaksaan menjadi saksi di Aceh. Akibat pemanggilan ini minat petani ikut PSR menjadi berkurang.

Baca Juga:  Pertanian Terpadu Solusi Petani Ketika Harga Sawit Turun

Ditjenbun mengusulkan kepada Menko Perekonomian sebagai Ketua Komite Pengarah untuk membuat MoU dengan Kejaksaan Agung dan Kepolisian. Juni lalu Menko Perekonomian sudah menyurati Jaksa Agung dan Kapolri untuk menerbitkan surat edaran ke jajaran masing-masing untuk mendukung program PSR melalui mekanisme pengawasan yang profesional, proporsional, terukur, dan akuntabel dalam menyukseskan PSR sebagai program strategis nasional.

Tetapi surat ini ternyata tidak efektif sampai ke bawah, Di lapangan kenyataanya pemanggilan masih berjalan terus. Karena itu harus diperkuat dengan MoU dengan aparat penegak hukum. Supaya petani dan aparat dinas perkebunan kabupaten/kota, provinsi dan ditjenbun bisa tenang bekerja mensukseskan program ini.

Secara terpisah, Kepala Dinas Perkebunan Sumut , Lies Handayani Siregar menyatakan saat ini petani peserta PSR di Sumut sebagian besar menunda pelaksanaanya. Mereka beralasan ingin menikmati harga TBS yang sedang tinggi-tingginya. Pemda tidak bisa berbuat apa-apa selain menghimbau mereka untuk tetap melaksanakan PSR.