Pekanbaru, Mediaperkebunan.id
Direktur PTPN V , Jatmiko K Santosa terpilih menjadi Ketua GAPKI cabang Riau periode 2020-2025. Pelantikan pengurus GAPKI Riau dilakukan Jumat (26/3) di Pekanbaru, dihadiri oleh Wakil Gubernur Riau Edy Nasution. Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono hadir secara virtual.
Dalam sambutannya Jatmiko bertekad untuk meningkatkan kontribusi GAPKI Riau bagi pembangunan Riau dan nasional. “GAPKI Riau punya tugas paling berat sebab Riau merupakan pemilik kebun kelapa sawit terluas di Indonesia. Jumlah anggota GAPKI Riau 64 perusahaan, baru sepertiga dari total perusahaan perkebunan kelapa sawit. Hal ini sering menyulitkan komunikasi pemerintah sebab kebijakan hanya menjangkau anggota GAPKI saja. Salah satu prioritas utama saya adalah menambah jumlah anggota. Kemarin ada 4 anggota baru, kedepan diharapkan semakin banyak yang bergabung,” kata Jatmiko.
GAPKI Riau juga akan semakin meningkatkan kerjasama dengan Pemda Provinsi Riau dan kabupaten/kota. Percepatan Peremajaan Sawit Rakyat yang merupakan program GAPKI Pusat juga menjadi prioritas kerja GAPKi Riau.
Wakil Gubernur Riau, Edy Nasution menyatakan banyak daerah terpencil di Riau menjadi kantong keramaian baru karena adanya perkebunan dan pabrik kelapa sawit. Kelapa sawit menjadi kartu pengaman Riau pada masa pandemi, tahun 2020 pertumbuhan ekonomi Riau -1,2% lebih tinggi dari nasional yang -2,7% .
Luas areal sawit di Riau tahun 2019 3,634 juta ha terdiri dari rakyat 1,454 juta ha (55%), swasta 1,047 juta ha dan PTPN V 102.000 ha. Pemegang izin usaha perkebunan ada 266 tetapi anggota GAPKI hanya 64 perusahaan. “Masih ada 202 perusahaan yang belum jadi anggota. Ini PR bagi pengurus baru untuk menjaring lebih banyak anggota,” katanya.
Keberadaan asosiasi memudahkan komunikasi dan kerjasama pemda dengan perusahaan. Sebentar lagi akan masuk musim kemarau dan masalah yang dihadapi adalah kebakaran hutan, lahan dan kebun. Pergub Riau sudah menetapkan perusahaan bertanggung jawab mencegah dan mengatasi kebakaran pada lahan milik sendiri dan masyarakat sekitarnya. Pemprov sudah menghimbau tetapi sulit karena banyak perusahaan yang bukan anggota GAPKI.
Masalah lain kelapa sawit di Riau adalah kebun kelapa sawit di kawasan hutan baik milik perusahaan maupun petani. Lewat UU Cipta Kerja dan PP turunannya, pemerintah pusat sudah memberi jalan keluar. Penyelesaiannya lebih banyak melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di pusat dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan di daerah.
“Kami yakin banyak perusahaan yang belum bergabung dengan GAPKI butuh pertolongan mengatasi masalah ini. Tetapi bagaimana kami mau menolong kalau komunikasi saja susah. Penyelesaian masalah ini akan diikuti dengan perubahan RTRWP. Kalau perusahaan bukan anggota GAPKI tidak mampu selesaikan masalah, maka perubahan RTRWP akan terhambat, ini sama dengan menghambat pembangunan,” katanya.
Percepatan PSR juga menjadi prioritas Pemprov Riau. PSR berhasil kalau ada avalis dan perusahaan besar menjadi ujung tombak keberhasilannya.
Program Pembangunan Riau Berkelanjutan dan Riau Hijau mewajibkan semua perusahaan bersertifikat ISPO sedang petani mulai tahun 2025. Saat ini baru 122 perusahaan yang sudah bersertifikat ISPO. Pemprov Riau mentargetkan setiap tahun ada tambahan 50 perusahaan bersertifikat ISPO. “Kalau banyak perusahaan belum bisa kita jangkau tentu target ini tidak akan tercapai. PR besar bagi pengurus GAPKI sekarang supaya membuat perusahaan yang belum bergabung jadi anggota, sehingga memudahkan komunikasi. Saya berharap GAPKI Riau semakin solid dan kerjasama dengan pemda semakin meningkat,” katanya.
Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI menyatakan lewat UU Cipta Kerja dan turunannya berupa Peraturan Pemerintah sudah ada solusi untuk masalah kelapa sawit. “Sekarang tinggal implementasinya. Tugas kita belum selesai karena perlu persamaan persepsi dan GAPKI Riau bisa bekerjasama dengan semua pihak dalam hal ini,” katanya.
GAPKI Riau juga diminta bekerjasama dengan Pemda untuk percepatan PSR, apalagi Kabupaten Pelalawan dijadikan pilot proyek percontohan. Dengan melakukan kemitraan dengan pekebun maka perusahaan bisa memenuhi kewajiban membangun kebun masyarakat 20% dan memperkuat rantai pasok.
“Lebih penting lagi perusahaan dan petani menjadi solid, bersatu memajukan sawit Indonesia. Dengan bersatu semua lebih mudah dikerjakan,” katanya.