Tomohon, mediaperkebunan.id – Di kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), produksi air nira yang dihasilkan para petani terasa begitu sempurna ketika diolah menjadi gula merah aren di pabrik binaan Yayasan Masarang pimpinan Willie Smith.
Proses pengolahan air nira menjadi gula merah aren di pabrik Masarang itu ternyata menggunakan uap sisa panas bumi dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Lahendong milik PT Pertamina Geothermal Energy.
Dengan kapasitas terpasang mencapai 120 MW, PLTP ini telah aktif sejak tahun 2001. Fungsi PLTP Lahendong tidak hanya sebatas penyedia listrik, melainkan juga melibatkan pengembangan ekonomi serta memberdayakan masyarakat sekitar.
Cara pengolahan gula merah aren tersebut pun, seperti dikutip Mediaperkebunan.id dari laman resmi milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (19/3/2025), memantik perhatian dan minat dari Bupati Manggarai Herybertus Nabit.
Didampingi sejumlah unsur masyarakat dan anggota Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Manggarai, Bupati Herybertus Nabit melakukan studi banding (stuba) ke PLTP Lahendong belum lama ini sebagai perbandingan untuk pengelolaan PLTP Ulumbu unit 5-6 Poco Leok, Manggarai.
Kepada pihak Pemkab Manggarai, Ketua Yayasan Masarang, Willie Smith, mengatakan usaha pabrik gula merah aren yang sudah dibangun sejak tahun 2004 itu menggunakan sisa uap panas bumi untuk semua tahapan dalam proses pengolahan gula aren.
“Uap yang dihasilkan dari energi panas bumi dipasok secara gratis ke pabrik gula merah Masarang dari PT Pertamina Geothermal Energy,” ungkap Willie Smith di sejumlah media daring yang ikut stuba tersebut.
Pemanfaatan sisa uap panas bumi untuk produksi gula merah itu pun terbilang sederhana. Pabrik ini hanya memanfaatkan uap panas sisa setelah dipakai untuk menggerakkan turbin PLTP Lahendong.
Biasanya, di PLTP sisa uap itu dialirkan ke kolam pendingin. Setelah jadi air, akan diinjeksikan lagi ke dalam tanah. Namun di Lahendong, sebagian uap sisa itu dialirkan menuju pabrik gula merah aren yang disertai dengan pembangkit listrik.
“Uap sisa panas bumi itu diberikan secara gratis oleh PT Pertamina sebagai bagian dari program CSR mereka karena yang menikmati adalah petani aren di Tomohon” kata Willie.
Kini pabrik gula merah aren ini mampu mengolah sekitar 25.000 liter nira per hari menjadi 3 ton gula merah aren, dengan jumlah tenaga pekerja 35 orang.
Bahkan sebanyak 6.285 petani aren, kata Willie, ikut menerima berkah ‘limbah’ panas bumi tersebut. Energi panas bumi ini menyelamatkan 200.000 pohon per tahun jika dibandingkan dengan banyaknya penggunaan kayu bakar untuk mengolah air nira menjadi gula aren di Tomohon secara tradisional.
Kalau secara tradisional, kata dia, harus mencari kayu bakar terlebih dahulu, dan waktu yang diperlukan untuk memasak air nira menggunakan kayu bakar sekitar 1-2 jam.
“Sementara jika menggunakan panas bumi, waktu yang diperlukan untuk memanaskan air nira menjadi gula merah aren hanya 1 jam, cukup hanya sampai pasteurisasi,” kata Willie Smith.
Willie telah merestorasi pabrik tersebut dengan mengganti pipa pemasok gas panas bumi dengan pipa berdiameter 10 inci (25,4 sentimeter) agar dapat meningkatkan produksi menjadi 9 ton gula merah aren per hari.
“Harapannya dapat menyerap 100.000 liter nira per hari,” tegas Willie Smith.