Jakarta, Mediaperkebunan.id
Dewan Pengawas dan Direksi BPDPKS sudah mengadakan pertemuan terkait dana PSR. Hasilnya adalah akan mengajukan usulan ke Komite Pengarah untuk menaikkan dana hibah PSR dari Rp30 juta/Ha menjadi Rp60 juta/Ha. Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman menyatakan hal ini dalam rapat dengan pendapat Panja Pengelolaan Sawit Rakyat Komisi IV DPR RI.
“Kita akan usulkan kenaikan ini pada Komite Pengarah. Dana Rp30 juta /Ha dengan kondisi sekarang sudah tidak sesuai lagi sehigga kita sepakat pada rapat terakhir dengan dewan pengawas untuk menaikkan. Keputusan akhir nanti akan berada pada Komite Pengarah,” kata Eddy.
Dana PSR yang sudah disalurkan adalah Rp6,908 triliun, untuk 253.087 Ha dan 110.637 pekebun. Tahun 2022 Komite Pengarah menetapkan dana untuk PSR adalah 10% dari dana yang dihimpun BPDPKS.
BPDPKS sendiri setiap tahun mengalokasikan dana untuk PSR Rp5,3 triliun tetapi yang terserap hanya Rp1,3 triliun karena banyaknya kendala. Kendala yang dihadapi adalah legalitas calon lahan masuk dalam kawasan hutan dan HGU meskipun umur tanaman sudah lebih dari 25 tahun; status kepemilkan lahan tumpang tindih; minimnya kelembagaan pekebun dan tidak bankable; keengganan pekebun kehilangan penghasilan selama masa peremajaan terutama tahun 2021 ketika harga TBS sedang tinggi; koordinasi antar SKPD di daerah yang belum optimal dalam verifikasi usulan pekebun; penggilan kepada pekebun oleh aparat penegak hukum.
Upaya untuk mengatasinya adalah koordinasi dengan dinas kehutanan provinsi dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan untuk menerbitkan surat bebas kawasan hutan; koodinasi dengan kantor pertanahan untuk menerbitkan surat keterangan terkait staus kepemilkan, legalitas lahan serta patok batas lahan; mendorong pembentukan poktan/gapoktan.
Permentan 3 tahun 2022 merupakan realisasi dari keputusan Komite Pengarah untuk mempercepat realisasi PSR. Lewat jalur kemitraan maka pekebun dibantu perusahaan mitra untuk memenuhi persyaratan PSR, pemetaan, pengurusan surat tanah. Setelah itu kelembagaan pekebun mengajukan langsung ke BPDPKS. Karena BPDPKS tidak punya aparat sampai daerah maka verifikasi persyaratan dilakukan oleh surveyor yang ditunjuk.
Selain PSR, dana yang disediakan untuk pekebun adalah sarana prasarana (sarpras) untuk ekstensifikasi (benih, pupuk, pestisida); intensifikasi (pupuk dan pestisida); alat pasca panen dan unit pengolahan hasil; peningkatan jalan dan tata kelola air; alat transportasi; mesin pertanian; infrastruktur pasar; verifikasi teknis (ISPO).
Tata cara penyaluran sarpras adalah untuk pekerjaan yang memerlukan partisipasi langsung pekebun; tidak diminati penyedia barang/jasa; pekerjaan kontruksi berupa renovasi, rehabilitasi dan kontruksi sederhana diberikan dalam bentuk uang. Bilai nilainya diatas Rp100 juta disalurkan secara bertahap yaitu 40% setelah tandantangan Perjanjian Kerjasama (PK), 30% setelah pekerjaan mencapai 30% dan 30% setelah pekerjaan mencapai 60%.
Dibayarkan langsung bila nilai barang/jasa yang dihasilkan /diproduksi sendiri sampai Rp100 juta atau nilai barang/jasa dapat dilaksanakan penerima dana dibawah Rp50 juta. Pembayaran setelah penandatanganan PK atau setelah pekerjaan selesai. Dalam bentuk barang/jasa bila tidak dapat diproduksi sendiri oleh penerima dana; nilai barang/jasa lebih dari Rp50 juta. Mekanisme pengadaan barang/jasa pemerintah oleh BPDPKS.
Dana Sarpras yang sudah disalurkan adalah Rp31,593 miliar untuk 4 paket peningkatan jalan produksi di Jambi; 2 paket ekstensifikasi di Sulbar dan Kalbar; 4 paket intensifikasi di Kalsel dan Kalteng.