2022, 11 November
Share berita:

Jawa Barat, mediaperkebunan.id – Suka tidak suka harus diakui bahwa produk-produk organik dipercaya mampu memperbaiki mutu, menghindarkan dampak kesehatan dan ekologis dari residu pestisida kimiawi sehingga dapat menghasilkan komoditas maupun hasil olahan produk pertanian termasuk perkebunan yang aman, berkualitas baik, ramah lingkungan serta menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan meningkatkan ekonomi petani.

“Kami sangat mengapresiasi Kementerian Pertanian (Kementan) yang telah memberikan bantuan program berupa pengembangan desa pertanian organik di Jawa Barat, salah satunya dilaksanakan di Desa Giri Mekar, Kec. Cilengkrang, Kab. Bandung. Kegiatan ini dilaksanakan sejak tahun 2018 hingga saat ini, berupa bantuan sarana dan prasarana serta bimbingan pertanian organik, berkat bantuan ini mampu meningkatkan produksi, produktivitas, mutu hasil tanaman perkebunan yaitu tanaman kopi sebesar 20 %, dan dari kotoran ternak yang dihasilkan digunakan oleh para petani, sehingga mampu mengefisiensi penggunaan pupuk bagi para petani,” ujar Dani Dayawiguna, Kepala Balai Perlindungan Perkebunan, Dinas Perkebunan Jawa Barat.

Program ini memberikan dampak manfaat positif bagi para petani, Acep Karna, selaku anggota Kelompok Tani Desa Organik Giri Senang, Desa Giri Mekar, Kec. Cilengkrang, Kab. Bandung mengakui dampak positif dengan adanya bantuan dari Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun), Kementerian Pertanian (Kementan).

“Dengan adanya program tersebut meningkatkan produktivitas kopi organiknya sudah meningkat menjadi 20%, sertifikasi pun sudah ada diantaranya SNI, EU, IFOAM. Petani di kelompok tani kami yang awalnya tidak tahu cara pengolahan pupuk organik, sekarang sudah mengelola kebun organik secara mandiri. Pengendalian hama pun sudah secara hayati. Semoga kedepannya petani Indonesia semakin sejahtera,” papar Acep.

Acep menambahkan, untuk jumlah anggota organik di kelompok tani kami sebanyak 31 orang, dimana kebun organik seluas 22,86 hektare (Ha), dengan konversi seluas 2,78 Ha, dan jumlah produksi chery kopi organik sebanyak 31,3 ton, konversi 3 ton, sedangkan untuk jenis kopi yang ditanam yaitu arabika buhun dan sigararutang.

“Yang mendorong kami terjun mengembangkan komoditas kopi hingga saat ini, awal mulanya keprihatinan akan kerusakan lingkungan pada tahun 2005, kebakaran hutan, sehingga berinisiatif untuk mengelola hutan dengan komoditas yang ramah lingkungan, yang tidak membuka lahan dengan cara dibakar, salah satunya yaitu komoditas kopi,” ungkap Acep.

Sehingga, lanjut Acep, untuk produksi kopi tidak terkena dampak covid. Namun, saat awal terjadi pandemi tak dapat dipungkiri mempengaruhi pemasaran karena beberapa buyer yang biasa melakukan ekspor terhenti, dan beberapa cafe banyak yang tutup.

“Dalam mengembangkan kopi ini, kelompok tani tentunya juga dihadapkan pada berbagai tantangan. Tentunya kami tidak menyerah, kami berupaya agar tetap berjalan dengan baik ditengah pandemik ini dengan cara mengatur stok dan penyimpanan, juga melakukan penjualan online. Alhamdulilah, kopi ini cukup dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sudah terjual ke daerah Jabodetabek, Medan, Jawa Tengah, Jawa Timur dengan jumlahnya sekitar 400 ton (total dalam 1 tahun), sedangkan untuk ekspor baru kirim sampel ke athena (greenbeans),” ujar Acep.

Acep berharap, semoga kedepannya, mudah-mudahan dengan adanya produk kopi organik dapat meningkatkan nilai jual sehingga diharapkan kesejahteraan petani dapat semakin meningkat,” harap Acep.

Sementara itu, Direktur Perlindungan Perkebunan, Ditjenbun, Kementan, Baginda Siagian siap untuk mendorong dan memperluas desa organik. Sebab, desa oraganik sudah terbukti tidak hanya meningkatkan produktivitas tapi juga meningkatkan ekonomi petani.

“Di tahun 2022 ini kita terus mendorong desa organik, yang sudah berjalan terus kita jaga dan yang belum akan kita dorong. Sebab, harus diakui bahwa pangsa pasar produk oganik semakin besar baik di dalam dan luar negeri, terlebih di masa panedemi. Jadi dengan desa organik maka akan meningkakan pendapatan petani,” papar Baginda.

Lebih dari itu, untuk memperluas pasar produk organik maka pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersinergi dengan Aliansi Organis Indonesia (AOI) dan PT Trubus Swadaya untuk mendorong pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) produk organik Indonesia menembus pasar global.

Melalui kerja sama itu, para pelaku UKM akan mendapatkan pelatihan, promosi dan publikasi, pengembangan produk, penyediaan informasi tren pasar produk organik, pengembangan jejaring dengan perwakilan perdagangan di luar negeri, serta penguataan citra produk melalui kampanye produk organik.

Sinergi tersebut tertuang dalam perjanjian kerja sama pembinaan dan pengembangan UKM ekspor produk organik.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor, Kemendag, Nasional Didi Sumedi menjelaskan, perjanjian Kerja Sama ini merupakan turunan dari kesepakatan bersama antara Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional, Kemendag dengan AOI dan Yayasan Bina Swadaya tentang Pengembangan Ekspor Produk Organik Indonesia yang telah ditandatangani pada 30 April lalu.

“Kesepakatan yang dicapai ini merupakan salah satu bentuk sinergi dalam mendorong ekspor dan meningkatkan kemampuan UKM (usaha kecil dan menegah) ekspor produk organik Indonesia. Diharapkan adanya pendampingan dari pemerintah, UKM produk organik Indonesia dapat meningkatkan volume dan kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan permintaan pasar dunia,” ujar Didi.