JAKARTA, mediaperkebunan.id – Uni Eropa dalam menekan deforestasi atau penggundulan hutan melalui European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) diragukan. Regulasi ini dinilai tidak lebih hanya membatasi komoditas sawit yang masuk pasar negara biru itu.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdhalifah Machmud memaklumi jika Uni Eropa mempunyai regulasi tentang lingkungan dan komoditas pangan ekspor seperti EUDR. “Itu tidak bisa disalahkan karena setiap negara punya ketentuan masing-masing,” ujarnya.
Meski begitu, kata Musdhalifah, kebijkan EUDR yang mengatur tujuh komoditas perkebunan sasarannya sebetulnya hanya sawit. Karena sawit menjadi pesaing serius minyak nabati Eropa.
Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Saat ini tercatat sekitar 16,3 juta hektare (ha) lahan kelapa sawit yang tersebar di 317 kabupaten dari total 514 kabupaten/kota di Indonesia. Saat ini diperkirakan 16 juta masyarakat yang bergantung pada ekonomi kelapa sawit.
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Supayung justru menilai kebijakan EUDR yang niat awalnya untuk menghentikan deforestasi dan menurunkan emisi global justru berpotensi untuk meningkatkan deforestasi, biodiversity loss, dan emisi global yang lebih besar.
Dengan menghentikan impor sawit, kata Tungkot, EU harus menambah kekurangan minyak nabati lainnya, seperti rapeseed. Tambahan minyak rapeseed yang diperlukan menyebabkan dunia (termasuk EU) harus melakukan ekspansi areal tanaman rapeseed.
“Ekspansi lahan rapeseed tersebut menyebabkan peningkatan deforestasi global yang kemudian akan berdampak pada meningkatnya biodiversity loss dan emisi global,” tukas Tungkot.
Bagaimana jelasnya persoalan kebijakan EU dan dampaknya terhadap komoditas sawit Indonesia? Dalam kaitan inilah Media Perkebunan akan menyelenggarakan International Dialog Palm Oil vs EUDR pada 24 Agustus 2023 mendatang. Acara yang didukung BPDPKS dan Sinarmas ini dihadiri berbagai nara sumber kompeten.
Berbagai nara sumber di antaranya Mahmud, Direktur Jenderal Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri Umar Hadi, Council of Palm Oil Producing Countries (CPOC) Rizal A. Lukman, Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian Andi Nur Alam Syah, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman, Ketua Umum Gapki Eddy Martono, dan para pemangku kepentingan lainnya.