2019, 16 Januari
Share berita:

Dana perkebunan sawit harus lebih banyak dialokasikan untuk mengatasi ketimpangan lewat perbaikan tata kelola perkebunan rakyat terutama untuk mengatasi masalah data dan legalitas sawit rakyat. Wiko Saputra, Peneliti Auriga Nusantara, menyatakan hal ini.

Langkah perbaikan tata kelola sawit rakyat meliputi pendataan dan pemetaan dengan citra satelit resolusi tinggi dan drone; Penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya dan Sertifikat Hak Milik dengan sistim data base dan registrasi; pembangunan kelembagaan petani meliputi koperasi, lembaga ekonomi masyarakat, kelompok tani, BUMdes; sampai petani bisa bersertifikat ISPO. “Seharusnya dana perkebunan sawit diprioritaskan untuk menyelesaikan masalah ini,” katanya.

Salah satu masalah utama kenapa program Peremajaan Sawit Rakyat tersendat adalah disain BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) yang berada di bawah Kementerian Keuangan.

Peremajaan butuh pendataan dan masalahnya dinas di daerah tidak punya dana operasional. BPDPKS punya dana dan bisa membantu hanya status hukum tidak memungkinkan. BLU Kementerian Keuangan tidak boleh menstranfer uang ke dinas perkebunan di daerah. Hanya Kementerian Pertanian yang bisa menstranfer ke dinas yang berkaitan.

Dana Perkebunan sawit juga harus digunakan untuk memastikan bahwa lahan-lahan petani plasma dan yang didistribusikan ke masyarakat lewat TORA supaya dikelola dengan baik. Dana sawit juga harus digunakan untuk meningkatkan produktivitas kebun rakyat lewat bantuan input produksi dan peningkatan SDM dan manajemen.

Penggunaan dana sawit lebih besar ini penting untuk mengatasi berbagai ketimpangan industri kelapa sawit. Ketimpangan pertama penguasaan lahan. 2.535.495 ha dikuasai oleh 10 group usaha, rata-rata 253.549 ha per group usaha. 4.756.272 ha dikuasai oleh 2,1 juta pekebunan rakyat rata-rata 2,2 ha/orang.

Sawit rakyat sampai saat ini hanya berhenti sampai produksi TBS saja. Lewat dari sana mulai dari CPO sudah dipegang perusahaan. Nilai tambah sawit rakyat masih rendah sehingga harus ada program mentransformasi ke industri minyak sawit.

Baca Juga:  INDONESIA MINTA SERTIFIKAT ISPO BISA LOLOS EUDR