Jakarta, perkebunannew.com – Ada sebab, ada akibat. Begitulah yang terjadi pada industri hilir tembakau (IHT), bahwa dengan naiknya harga cukai rokok maka akan berpengaruh terhadap membanjirnya rokok illegal.
Hal tersebut diungkapkan Budidoyo, Ketua Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) kepada perkebunannews.com.
“Jadi kalau cukai naik apalagi seperti sekarang maka peredaran rokok ilegal akan semakin marak karena orang akan mencari rokok yang murah terutama yang illegal,” terang Budidoyo.
Hal senada diungkapkan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Sumatera Bagian Timur (Sumbagtim) Dwijo Muryono bahwa peredaran rokok ilegal yang diperkirakan marak pada tahun 2020 ini menyusul adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau.
“Hampir semua wilayah di Sumsel, kecuali Kota Palembang, rawan menjadi lokasi peredaran rokok ilegal. Terutama daerah yang memiliki wilayah perkebunan,” kata Dwijo mengutip ANTARA.
Selain itu, menurut Dwijo, daerah perbatasan Jambi-Sumsel, seperti Kabupaten Musi Banyuasin juga sering menjadi lokasi utama peredaran rokok tanpa pita cukai.Terbukti sepanjang tahun 2019, Kanwil DJBC Sumbagtim telah melakukan 781 penindakan di mana sebanyak 338 penindakan dari hasil tembakau.
“Yang paling dominan itu rokok polos tanpa pita cukai, lebih dari separuhnya adalah penindakan hasil tembakau,” papar Dwijo.
Dwijo memaparkan rokok ilegal yang kerapkali beredar di wilayah Sumbagtim adalah merek Luffman. Seharusnya, rokok tersebut hanya berlaku untuk daerah Batam yang sebelumnya masih menjadi wilayah perdagangan bebas .
Namun demikian, fakta di lapangan menunjukkan merek rokok yang berasal dari Vietnam itu banyak beredar di sepanjang Pantai Timur Sumatera hingga ke Jepara di Pulau Jawa. Bahkan berdasarkan penindakan kasus cukai, yang didominasi rokok, tersebut pihaknya mencatat kerugian negara mencapai Rp12 miliar pada tahun 2019.
“Sementara itu, untuk realisasi penerimaan negara dari bea dan cukai mencapai Rp222,78 miliar atau mencapai 105,03 persen dari target yang dipatok tahun 2019 sebesar Rp212,11 miliar,” ucap Dwijo.
Dwijo memerinci penerimaan tersebut terdiri dari bea masuk senilai Rp104,52 miliar, bea keluar Rp118 miliar dan cukai senilai Rp264 juta. Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran rokok sebesar 35 persen.
seperti diketahui, Kenaikan tersebut diatur berdasar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 Tahun 2019 tentang Cukai Hasil Tembakau yang berlaku mulai 1 Januari 2020. YIN