Pelaksanaan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) yaitu pengurangan ekspor oleh tiga negara anggota The International Tripartite Rubber Council (ITRC) saat ini masih berjalan dan tidak ditutup karena tidak dibatasi pada tingkat harga berapa pengaturan ini berhenti. Tindak lanjutnya masih menunggu pertemuan ITRC berikutnya. Kondisi terkini akan jadi pertimbangan dalam AETS. Suharto Honggokusumo, Direktur Eksekutif Gapkindo, menyatakan hal ini.
ITRC juga mengamanatkan setiap anggota membuat regional rubber market atau bursa fisik karet. Tujuannya adalah supaya tiga negara penghasil karet ini punya bursa atau bench mark harga sendri. Selama ini yang jadi benchmark adalah SICOM (bursa komoditi Singapura).
Dengan adanya bursa regional sendiri diharapkan harganya lebih tinggi ketimbang SICOM. Tetapi sampai sekarang bursa regional ini di masing-masing negara belum ada, baik penjual maupun pembeli. Di Thailand sudah ada produsen yang mendaftar, sebagian besar merupakan koperasi, tetapi bursanya sendiri belum berjalan. Keputusan selanjutnya masih menunggu pertemuan ITRC berikutnya.
Mengenai kondisi pabrik ditengah harga turun, pada umumnya anggota Gapkindo tidak merasakan adanya turunnya pasokan. Hanya di Sumatera Utara saja pasokan turun karena di daerah ini petani karet bisa mendapatkan pekerjaan lain dengan penghasilan yang lebih tinggi. Daerah lain petani masih sangat tergantung pada karet.
Sekarang ketika harga karet naik di Sumut juga terasa pasokan naik dengan drastis. Konversi kebun karet dengan tanaman lain di seluruh Indonesia benar terjadi tetapi tidak ada data yang jelas. “Memang benar ada kebun karet yang dikonversi jadi tanaman ubi kayu. Tetapi begitu ubi kayu melimpah di pasar dan harga turun mereka menyesal. Apalagi dengan harga karet yang naik seperti sekarang,” katanya