JAKARTA, Mediaperkebunan.id – Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Edi Wibowo mengatakan, sesuai Perpres 61 Tahun 2015 Jo. Perpres 66 Tahun 2018 program BPDPKS di antaranya mendukung pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi/kemitraan, peremajaan, sarana dan prasarana, pemenuhan kebutuhan pangan, hilirisasi industri perkebunan kelapa sawi, penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati.
Semua program itu diharapkan bisa meningkatkan kinerja sektor sawit Indonesia, dan menyerap kelebihan CPO di pasar dalam rangka stabiliasi harga. “Hasilnya terjadi penciptaan pasar domestik, sementara bagi petani maka akan ada potensi peningkatakan kesejahteraan,” ujarnya dalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 9, bertajuk “Peran BPDPKS dalam Memperkuat Kemitraan Pekebun Kelapa Sawit Indonesia,” Kamis, (29/7).
Lebih lanjut, Edi menuturkan, untuk tujuan penyelenggaraan program kemitraan berbasis karakteristik usaha, di antaranya bisa memberikan jaminan pasar bagi tandan buah segar (TBS) sawit Pekebun swadaya, memberikan akses petani swadaya untuk memperoleh bibit dan pupuk berkualitas.
Untuk Program Kemitraan dalam penanganan dampak Covid-19, kata Edi, pihaknya telah melakukan seperti produksi sabun cair dan hand sanitzer mendukung upaya pencegahan Covid-19 di berbagai daerah. Lantas, produksi virgin oil dan produk turunannya sebagai makanan sehat dan personal care product yang terjangkau oleh masyarakat luas, serta pemanfaatan malam batik berbasis sawit.
Sementara itu Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Mukti Sardjono mengungkapkan, sejatinya kemitraan pertama muncul semenjak adanya bantuan Bank Dunia, pada 1970-an dikembangkan P3RSU (UPP) dan selanjutnya dibentuk program Nucleus Estate Smallholder (NES) kemudian berlanjut dengan pengembangan proyek seri Perkebunan Inti Rakyat (PIR) kelapa sawiit.
“PIR sukses mengubah komposisi luas lahan sawit yang dimiliki oleh Rakyat, dari hanya 6.175 Ha ditahun 1980 menjadi 5.958.502 Ha ditahun 2019 di Indonesia merujuk Statistik Kelapa Sawit Indonesia,” catat Mukti.
Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto mengataan, secara nyata kemitraan memang sangat dibutuhkan pekebun sawit. Terlebih khusus untuk petani swadaya yakni petani yang kelola sendiri, mayoritas petani swadaya juga belum bermitra dengan perusahaan. Sedangkan pekebun plasma, umumnya sudah mempunyai orang tua asuh yakni perusahaan inti.
Persoalan yang dialami pekebun swadaya adalah produktivitas tanaman rendah. Hal ini karena banyak pekebun swadaya yang menggunakan bibit tidak sesuai (tidak unggul), SDM petani juga pengetahuannya rendah, tidak mendapat pendampingan dari pemerintah. (YR)