Janganlah alergi dahulu dengan yang namana bioteknologi, sebab bioteknologi tidak hanya Genetically Modified Organism (GMO).
Ketua Komisi Keamanan Hayati (KKH), Agus Pakpahan, ketua KKH mengakui bahwa kini terdapat beberapa produk bioteknologi yang telah mendapatkan persetujuan keamanan pangan di Indonesia. Diantaranya tebu tahan kekeringan dan jagung toleran herbisida.
Kedua produk ini sedang menunggu persetujuan untuk rilis komersial agar memenuhi persyaratan untuk dibudidayakan dalam pertanian di Indonesia bagi kepentingan petani. Tapi harus diakui, kehadiran bioteknologi tanaman pangan belumlah sepenuhnya diterima di semua negara secara terbuka.
“Meski begitu seiring perjalanan waktu dan penyempurnaan produk tanaman, biotek harus terus dilakukan. Sebab, harus diakui saat ini semakin bertambah negara-negara yang membuka pintu akan kehadiran tanaman biotek ini,” kata Agus.
Terbukti, berdasarkan data International Service for Acquisition Agri-biotech Application (ISAAA), terjadi peningkatan 110 kali lipat adopsi tanaman biotek secara global hanya dalam kurun waktu 21 tahun, atau tumbuh dari 1,7 juta hektar pada tahun 1996 menjadi 185,1 juta hektar di tahun 2016.
Artinya jika melihat dalam data ISAAA menunjukkan manfaat tanaman biotek telah lama dimanfaatkan bagi para petani di negara berkembang dan negara maju, serta bermanfaat bagi konsumen yang diperoleh dari varietas dan baru-baru ini disetujui dan dikomersialisasi
“Tapi mengapa Indonesia, sampai saat ini masih mengambil sikap hati-hati dalam menerima kehadiran tanaman biotek ini?” Tanya Agus.
Sebab, lanjut Agus secara riset, bioteknologi di Indonesia tidaklah ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara maju. Hanya saja untuk pelepasan produk tanaman rekayasa genetika, sikap pemerintah terlalu hati-hati.
“Terbukti, setiap rencana pelepasan produk rekayasa genetika di dalam negeri akan melewati uji keamanan pangan dan uji keamanan hayati yang ketat setelah itu barulah bisa keluar rekomendasi oleh KKH kepada Menteri Pertanian untuk melepas sebuah produk tanaman rekayasa genetika tersebut,” keluh Agus.
Padahal, Agus mengakui, untuk mewujudkan ketahanan pangan yang kuat, kualitas lingkungan yang makin baik, kecukupan energi, serta kesejahteraan petani, kita memerlukan berbagai dukungan. Satu di antaranya adalah bioteknologi.
“Artinya bioteknologi sudah menjadi realitas dunia,” tegas Agus. YIN