Jakarta, mediaperkebunan.id – Direktur SEAMEO BIOTROP, Dr. Irdika Mansur mengakui bahwa penelitian dan pengembangan bioteknologi tanaman di BIOTROP yang meliputi, pertama, rekayasa genetika untuk mendapatkan bibit unggul. Kedua, identifikasi dan kloning gen ketahanan terhadap hama dan penyakit. Ketiga, kultur jaringan tanaman untuk penyediaan bibit unggul.
Lebih lanjut, dalam penelitian rekayasa genetika, Biotrop telah berhasil mentransformasi rumput laut dengan menggunakan perantara Agrobacterium tumefaciens untuk mendapatkan ketahanan terhadap hiposalin (2016 – 2018) yang dilakukan oleh Dr. Erina Sulistiani, dalam webinar.
“Selain itu di bidang kultur jaringan, Biotrop juga telah mengembangkan tanaman yang bernilai ekonomi tinggi seperti: kayu jati, jabon, sengon, chesnut, anubias, talas satoimo, gaharu, kayu putih dan beberapa tanaman lokal langka,” jelas Mansur.
Lebih lanjut, Adi Nuryanto, Koordinator Kerjasama Luar Negeri, Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menjelaskan upaya peningkatan kualitas SDM di bidang pertanian saat ini sedang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Melalui Kerjasama dengan SEAMEO BIOTROP maka didirikanlah Program Sekolah Mandiri Produksi Sayuran dan Buah Edukasi (Smarts-Be) untuk sekitar 30 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bidang agribisnis dan agroteknologi seluruh Indonesia.
Sehingga dalam hal ini SDM Indonesia mengamanatkan SMK merupakan salah satu ujung tombak pertanian nasional yang diprioritaskan.
Penguasaan teknologi pertanian perlu diberikan kepada siswa didik di SMK Pertanian karena teknologi pertanian di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain. Hal ini mengingat beberapa kebutuhan pangan dalam negeri masih mengimpor dari luar negeri, padahal Indonesia memiliki potensi yang belum dikembangkan.
Revitalisasi SMK Pertanian diharapkan dapat mengatasi kekurangan bahan pangan di Indoneia dengan menciptakan tenaga terampil dan wirausaha bidang Pertanian.
Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir pun menjelaskan bahwa di tahun 2020, Etiopia berada di urutan ke 12 negara Adi Daya Pertanian dan Ketahanan Pangan versi FSI (Food Sustainability Indeks), sedangkan Indonesia urutan 21.
Hal ini menandakan Indonesia yang tertinggal jauh dibandingkan negara di Afrika yang sudah menerapkan teknologi. Petani Indonesia saat ini sangat berharap masuknya bioteknologi ke Indonesia agar kesejahteraan petani meningkat seperti petani di negaranegara lain yang sudah terlebih dahulu menerapkan teknologi lebih awal yang di fasilitasi negaranya.
Sedangkan, Prof. Dr. Bambang Purwantara menjelaskan bahwa berdasarkan laporan dari ISAAA, di tahun 2019, sudah ada 71 negara yang telah mengadopsi tanaman biotek sejak tahun 1996. 91 persen dari tanaman tersebut diproduksi oleh 5 negara mega bioteknologi.
Kelima negara tersebut yakni yaitu Amerika Serikat (AS), Brazil, Argentina, Kanada dan India. 190,4 juta hektar lahan yang sudah ditanami tanaman biotek dengan 5 tanaman biotek utama yaitu jagung, kedelai, kapas, kanola dan alfalfa.