Jakarta, mediaperkebunan.id .
Industri dan perkebunan teh Indonesia disinyalir sangat selaras untuk mewujudkan The United Nation’s Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 (United Nations, 2017). Diketahui, Indonesia sendiri merupakan negara produsen teh terbesar ke-7 di dunia setelah China, India, Kenya, Turki, Sri Lanka, dan Vietnam.
Perkebunan teh berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) perkebunan sebesar 1,1 persen, dimana sekitar 1,6 juta jiwa penduduk Indonesia menggantungkan hidup dari perkebunan teh. Sentral areal teh Indonesia adalah Jawa Barat, yaitu 77,8 persen perkebunan teh Indonesia berada di provinsi tersebut. Total pangsa produksi teh Indonesia di Jawa Barat saat ini mencapai 69 persen.
Namun, akibat penurunan areal dan produktivitas yang relatif tetap, produksi teh Indonesia saat ini cenderung terus menurun. Pada tahun 2022, areal perkebunan teh Indonesia menjadi 77,8 persen ha dengan jumlah produksi 136,767 ton. Dimana, sebagian besar areal teh Indonesia yaitu 49 persen dari total areal merupakan areal perkebunan teh rakyat (PR).
Padahal, teh merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara selain minyak dan gas. Dari total produksi teh Indonesia, sebesar 36 – 51 persen diekspor, selebihnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Dalam grafik yang dipublikasikan oleh Teh Indonesia, tertera bahwa perkembangan luas areal dan produksi perkebunan teh Indonesia dari tahun 2003 sampai 2022 terus menurun, selaras dengan jumlah produksinya.
Sumber: Teh Indonesia (2024)
Pada tahun 2003, luas areal perkebunan teh Indonesia berada di 143.620 Ha dengan total produksi 169.819 ton. Terlihat terus menurun, puncaknya pada tahun 2022 luas areal kebun teh Indonesia menjadi 100.517 dan jumlah produksinya menjadi 136.767.
Peran Strategis Perkebunan Teh Indonesia
Di samping luas lahan dan jumlah produksinya yang terus menurun, perkebunan teh sendiri sebenarnya memiliki peran strategis yang tak main-main. Pada sub sistem agroindustri, produk-produk teh mampu menghasilkan total produksi Rp2,1 Triliun, penyerapan tenaga kerja mencapai 51.422 orang, dan nilai tambah mencapai Rp1,2 Triliun.
Berpotensi mewujudkan SDGs tahun 2030, berikut ini adalah hal-hal yang bisa diupayakan oleh komoditas Teh Indonesia:
- Pengentasan kemiski
- Kehidupan yang lebih sehat;
- Menggalakkan peluang pembelajaran dalam kehidupan;
- Pemberdayaan perempuan;
- Ketersediaan air bersih;
- Pertumbuhan ekonomi yang stabil, tenaga kerja yang sangat produktif; dan
- Untuk mengurangi kesenjangan pendapatan.
Karena kepiawaiannya dalam mengatasi dan mewujudkan berbagai hal yang diperlukan untuk mencapai SDGs 2030, komoditas teh Indonesa tentu memiliki peran strategis tersendiri, berikut di antaranya:
- Pelestarian lingkungan ekosistem karena sistem perakaran tanaman teh yang kuat dan panjang dengan populasi tanaman yang padat rata-rata 10.000 pohon per hektar dengan coverage setara dengan hutan, sehingga efektif dalam mencegah banjir, erosi dan tanah longsor, kekeringan, mengurangi dampak polusi dan efek rumah kaca. Keberadaan kebun teh perlu dipertahankan untuk mencegah bencana di areal elevasi di bagian bawah Jawa Barat, sehingga hasil pembangunan sektor-sektor ekonomi strategis lainnya yang berada di wilayah tersebut terselamatkan.
- Multiplier effects dalam pengembangan industri dimana industri pengolahan teh termasuk sebagai industri strategis yang berada pada kuadran yang sama (Kuadran II) dengan industri pengolahan kopi dan industri pengolahan kakao.
- Peranan sosialnya dalam penyerapan tenaga kerja sebagai labour intensive dengan penyerapan tenaga kerja 2,5 orang per Ha, lebih tinggi dibandingkan penyerapan tenaga kerja pada kelapa sawit, karet, kopi dan kakao.
- Sebagai sumber penghidupan petani serta memiliki pengaruh terhadap sejarah dan budaya bangsa, serta turut menyehatkan dan peningkatan produktivitas bangsa dari kandungan antioksidan yang tinggi pada teh Indonesia.
Perlunya Kebijakan
Mengingat luas areal dan jumlah produksi perkebunan teh Indonesia yang terus menurun, diperlukan kebijakan terkait produksi, perdagangan, dan investasi khusus untuk menangani hal tesebut. Karena, apabila dibiarkan dan tidak ada upaya yang signifikan untuk mempertahankan perkebunan teh, maka diperkirakan dalam beberapa dekade mendatang teh Indonesia bisa jadi tinggal sejarah.
Tak hanya itu dampak negatif berupa bencana lingkungan yang menimbulkan bencana bagi areal elevasi juga berpotensi terjadi jika luas areal perkebunan teh yang menurun tak diatasi. Pasalnya bencana lingkungan tersebut juga dapat menghancurkan hasil pembangunan sektor-sektor ekonomi strategis lainnya yang berada di wilayah tersebut.
Ada beberapa kebijakan yang mampu mengatasi hal tersebut, antara lain adalah dengan melanjutkan pelaksanaan Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional (GPATN) dan pemberian bantuan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta program subsidi pupuk guna melaksanakan program intensifikasi, rehabilitasi, peremajaan, replanting dan new planting (ekstensifikasi).
Areal kebun teh Indonesia sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan Perkebunan Rakyat (PR). Dilihat per jenis pengusahaannnya, penurunan areal teh banyak terjadi di PBS dan PBN, sementara di PR terjadi sedikit peningkatan.

2017-2021
Sumber: Teh Indonesia
Pada tahun 2017 luas areal PBN teh Indonesia tercatat seluas 56.584 Ha, turun menjadi 32.285 Ha pada tahun 2021 terjadi penurunan sekitar 24.299 Ha atau sekitar 42,94 persen. Sedangkan luas areal PBS teh Indonesia pada tahun 2017 tercatat seluas 41.006 Ha pada tahun 2021 turun menjadi 19.445 Ha atau sekitar 52,58 persen, dan perkebunan teh rakyat (PR) di Indonesia pada tahun 2017 luas arael yang di usahakan oleh PR seluas 48.661 Ha pada tahun 2021 naik menjadi 50.348 Ha dengan kenaikan seluas 1.687 Ha atau sekitar 3,46 persen.