2nd T-POMI
2021, 30 Oktober
Share berita:

Bogor, mediaperkebunann.id – Komitmen Pemerintah dalam mendorong komoditas perkebunan sub sektor rempah tidaklah main-main. Hal ini terlihat dalam kolaborasi lintas Kementerian, dimana Kementerian Pertanian sektor perkebunan bersama asosiasi terus mendorong produksi dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mengembangkan hilir dalam hal ini industri hilir minyak atsiri (IHMA) agar bisa lebih berdaya saing.

Apalagi, Indonesia punya potensi ketersediaan bahan baku yang beragam, bahkan menjadi rumah bagi sekitar 40 jenis tanaman atsiri dari 99 jenis tanaman atsiri di dunia. Hal ini merupakan potensi bagi peningkatan nilai tambah ekonomi melalui industri pengolahan dalam negeri.

Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika mengungkapkan Indonesia sebagai negara iklim tropis memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, sehingga bisa menjadi episentrum untuk pengembangan sektor IHMA.

Masih ada peluang besar untuk memperluas usaha atau meningkatkan investasinya dalam rangka membuka banyak kesempatan lapangan kerja,” kata Putu saat melakukan kunjungan kerja di PT. Indesso Aroma, Cileungsi, Bogor.

Putu pun menjelaskan, minyak atsiri telah digunakan sebagai bahan baku industri untuk bahan perasa (essence), perisa (flavor) dan wewangian (fragrance). Total produksi minyak atsiri utama Indonesia mencapai 8.500 ton pada tahun 2020.

Beberapa jenis minyak atsiri tropis Indonesia antara lain minyak cengkeh, sereh wangi, nilam, pala, akar wangi, dan kayu putih. “Selain itu, produk olahan minyak atsiri juga dipergunakan untuk bahan baku industri jamu dan fitofarmaka, seperti minyak jahe dan minyak adas. Seluruh jenis produk turunan minyak atsiri dipercaya mempunyai khasiat positif untuk kesehatan,” jelas Putu.

Putu mengakui, bahwa pihaknya telah mengidentifikasi potensi nilai ekonomi yang besar dari sektor IHMA. Di sektor hilir, terdapat pemain besar global yang telah mengoperasikan pabrik olahan minyak atsiri. Di sektor hulu atau perkebunan, terdapat ratusan ribu petani atsiri yang menjadi pemasok bahan baku industri.

Baca Juga:  Apkasindo Protes Rencana Eropa Terbitkan RED Jilid 2

“Dengan demikian, rantai nilai hulu-hilir di sektor IHMA menjadi terintegrasi. Melalui rantai nilai hulu-hilir yang terintegrasi ini, akan tercipta nilai ekonomi yang harmonis, termasuk berperan dalam membangkitan ekonomi rakyat di pedesaan melalui program kemitraan industri,” ungkap Putu.

Ditempat teripisah, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian, Hendratmojo Bagus Hudoro mengatakan Kementerian Pertanian, siap mendongkrak produksi bahan baku minyak atsiri, diantaranya dengan mengembangkan kawasan baru sereh wangi seluas 5 hektar (ha).

Hal ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan minyak atsiri yang terus meningkat, terlebih dimasa panbemi ini yang kebutuhannya justru meningkat.

“Ini kawasan baru yang kita kembangkan. Selain pendampingan kepada pekebun, kami alokasikan bantuan berupa benih dan pupuk. Harapannya nanti, selain ada tambahan produksi, juga ada peningkatan kualitas bahan baku industri,” papar Bagus.

Menurut Bagus, dengan adanya penambahan area budidaya, akan ada potensi penambahan pendapatan bagi petani pekebun di daerah tersebut. Tanaman serai wangi sendiri, membutuhkan waktu sekitar 6 bulan sejak pertama ditanam hingga panen. Setelahnya, tanaman ini bisa di panen setiap tiga bulan, atau dalam setahun pekebun bisa empat kali memanen sereh wangi.

“Dari setiap hektar lahan, rata-rata bisa dihasilkan 100 kg minyak atsiri hasil olahan serai wangi. Saat ini harga per kilogramnya mencapai Rp 150.000,” ujar Bagus.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Brebes, Yulia Hendrawati, menyambut baik pengembangan sereh wangi di wilayah Brebes. Ia menuturkan pihaknya juga turut melakukan pendampingan dan pembinaan budidaya serta pascapanen sereh wangi.

“Dinas juga turut mempromosikan produk melalui pameran dan memfasilitasi alsin untuk budidaya,” jelas Yulia.

Dalam data Ditjen Perkebunan, pada tahun 2018, luasan areal budidaya serai wangi seluas 69,60 hektar dengan produksi mencapai 68.40 ton daun kering.

Baca Juga:  Hidup Sehat dengan Nutrisi Minyak Sawit