Jakarta, mediaperkebunan.id – Benar, bahwa tanaman perkebunan tidak hanya menopang devisa negara, tapi juga menopang ekonomi mayarakat. Terbukti, kontribusi nilai ekspor subsektor perkebunan dari komoditas unggulan tahun 2021 mencapai US$ 42,29 milyar atau setara dengan Rp 605,92 triliun (asumsi U$ 1 = Rp 14.329,-).
Atas dasar itulah Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan) komit dan konsiten dalam mengawal tanaman perkebunan termasuk diantaranya engawal benih bersrtfikat, agar petani perkebunan (pekebun) menggunakan benih berertifikat.
“Sebab, benih memiliki kontribusi yang sangat signifikan terhadap keberhasilan pengembangan perkebunan,” ungkap Direktur Perbenihan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan), Gunawan dalam Focus Group Discussion (FGD) “Peta Jalan Industri Benih Kelapa Sawit Indonesia” yang diselenggarakan oleh Media Perkebunan bersama Badan Pegelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Jakarta.
Lebih lanjut, Gunawan menjelaskan, untuk meningkatkan ketersediaan benih bagi masyarakat perlu strategi dan kebijakan yang strategis untuk mendorong perbaikan mutu benih yang dihasilkan produsen benih.
“Jadi ketersediaan benih dengan ketersediaan anggaran harus beriringan. Sebab terkadang anggarannya ada, benihnya belum siap, atau benihnya sudah siap (ada) tapi anggarannya belum ada. Sehingga dalam hal ini penyiapan benih harus benar-benar diperhitungkan dengan matang,” tambah Gunawan.
Sebab, lanjut Gunawan, untuk menyiapkan benih perkebunan berbeda dengan komoditas tanaman lainnya, diantaranya benih kelapa sawit. “Dibutuhkan waktu paling cepat 11 bulan untuk memproses benih kelapa sawit mulai dari penyerbukan hingga siap salur. Perlu kejelasan pemesanan, untuk menghindari kerugian. Jangan sampai benihnya sudah siap tapi tidak tersalurkan,” tegas Gunawan.
Sebab, Gunawan mengakui bahwa petani/kelompok tani/koperasi belum berani memesan sebelum rekomtek terbit, sehingga saat terbit rekomtek, benih tidak serta merta langsung ada.
“Menanggapi masalah tersebut maka solusinya adalah pertama, penyiapan benih H+1 tahun sebelum kegiatan pengembangan. Kedua, harus adanya kejelasan kegiatan pengembangan (ada/tidaknya),” harap Gunawan.
Berita selengkapnya ada pada Majalah Media Perkebunan edisi Maret 2023