2021, 14 November
Share berita:

Serdang Berdagai, Mediaperkebunan.id

Benih merupakan investasi sesungguhnya dalam bisnis perkebunan kelapa sawit. Biaya investasi untuk benih hanya 5-7% dari total investasi membangun kebun tetapi sangat menentukan dalam total pengembalian investasi. Penggunaan benih yang baik maka peluang untuk meraih profit yang optimal semakin tinggi. Dadang Afandi dari PT Socfin Indonesia (Socfindo) menyatakan hal ini pada Webinar “Socfindo Menyapa Petani Sawit , Pastikan Benih yang Anda Tanam Bibit Unggul” yang merupakan kerjasama Media Perkebunan dengan PT Socfin Indonesia.

“Kalau membelli kebun yang sudah jadi maka yang pertama dilihat dulu apakah menggunakan benih unggul atau tidak. Kalau benih unggul meskipun kebun tidak terawat tetapi masih bisa diperbaiki dan bisa recovery dalam waktu 2 tahun. Kalau menggunakan benih sembarangan apapun upaya yang dilakukan tidak akan bisa meningkatkan produktivitas,” katanya.

Saat ini ada 19 produsen benih kecambah kelapa sawit di Indonesia, salah satunya Socfindo. Perusahaan ini ditunjuk sebagai produsen benih kelapa sawit tahun 1984. Varietas yang diproduksi adalah DxP Lame dan Dxp Yangambi yang dilepas tahun 2004, kemudian DxP Socfindo MTG tahun 2013 yang merupakan varietas tahan Ganoderma.

Petani bisa memilih benih apa saja tetapi sebaiknya benih Socfindo.Masih banyak petani yang menanggap benih Socfindo dengan harga Rp10.000/butir mahal. Apalagi dibandingkan dengan penjual benih ilegitim dengan harga Rp2000-3000/butir. Padahal benih ini digunakan selama 25 tahun.

Dengan harga Rp10.000/butir, 1 ha butuh 200 butir, investasi benih Rp2.000.000/ha. Ketika panen perdana dengan produksi TBS 15 ton dan harga moderat saja Rp1.500/kg, sedang saat ini harga sedang tinggi-tingginya bisa Rp3000/kg, maka pendapatan Rp22,5 juta. Investasi untuk benih langsung kembali pada panen perdana.

Baca Juga:  Sustainablilty Itu Kunci Merebut Pasar

Benih Socfindo layak dipilih karena sudah terbukti dan banyak digunakan oleh perusahaan dan petani; hasil TBS dan ekstraksi minyak yang tinggi; cepat menghasilkan dan produktivitas tinggi; jumlah janjang banyak dan produksi stabil hingga dewasa, tahan terhadap kekeringan, pokok lebih pendek dan mudah dipanen, tahan terhadap Ganoderma; diproses dengan teknologi dan pengawasan yang ketat.

Perbandingan benih Socfindo dengan benih lain di suatu kebin menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi yaitu 24,64 ton/ha/tahun. Sedang benih lain 18,72 ton-24,46 ton. Selisih produksi 1 ton/ha saja perbedaan pendapatan dengan harga TBS Rp1500/kg adalah Rp1,5 juta/tahun. Dalam satu siklus 25 tahun selisihnya mencapai Rp37,5 juta. Bila punya kebun 100 ha maka selisihnya mencapai Rp37,5 miliar.

Benih Socfindo juga lebih cepat panen, cukup waktu 24 bulan, sehingga cepat mengembalikan modal usaha. DxP Unggul Socfindo Lame janjangnya banyak, tandannya keci sehingga produksi tinggi dan ini yang disukai perusahaan perkebunan. Sedang petani suka yang janjangnya sedikit tetapi tandanya besar.

DxP Lame juga lebih tahan terhadap cekaman/stress. Studi kasus di sebuah kebun tahun 2013-2015 defisit air 21 bulan , DxP Lame masih meningkat tahun 2015 sedang DxP Yangambi sedikit lebih rendah. Pertumbuhan yang lambat DxP Lame Socfindo yaitu hanya 45 cm/tahun membuat mudah dipanen sampai umur 25 tahun. Sedang benih lain persilangan Deli x Avros pertumbuhannya 60 cm/tahun. Untuk penanaman generasi ke 2-4 yang rawan terkena Ganoderma disarankan menggunakan Dxp Socfinfdo MTG.

Seperti permintaan Ditjenbun supaya benih unggul dan bermutu, Socfindo sangat menjaga kualitas benihnya. Dimulai dari ID cheking induk untuk program pemulian, sedang untuk produksi benih seluruh induk jantan dan betina dipilih 13 tanaman per family. Teknik produksi menerapkan prosedur standard (ISO) dan peningkatan terus menerus. Quality control diterapkan pada semua tahapan produksi benih di lapangan dan semua proses perkecambahan. Sistim barcode diterapkan pada semua tahapan produksi benih.

Baca Juga:  Cegah Naiknya Covid-19, Minamas Plantation Kembali Donasikan Ambulance dan Sembako