JAKARTA, Mediaperkebunan.id – Potensi produk industri hilir kelapa sawit sangat besar. Apalagi penggunaan benih sawit unggul yang akan meningkatkan produktivitas sehingga memberi kepastian berkembangnya industri sawit Indonesia. Ekspor pun meningkat.
Hal tersebut tercermin dari data statistik bahwa pada 2022, produk industri hilir yang dimanfaatkan di dalam negeri meliputi produk pangan 9,94 juta ton, biodiesel 8,84 juta ton dan oleokimia 2,18 juta ton. Dari sisi ekspor, produk sawit Indonesia saat ini pun sudah menyebar 180 negara. Dari sisi pemakai, hampir semua industri besar global, seperti Unilever, P & G, menggunakan produk sawit.
“Jadi kalau dibatasi produk sawit maka sebetulnya juga akan merugikan. Karena bahan baku minyak nabati selain kelapa sawit seperti reepshed, kedelai, itu akan menggunakan lahan yang jauh lebih besar,” ujar Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono dalam FGD Peta Jalan Industri Benih Sawit Indonesia yang diselengarakan Media Perkebunan didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Jakarta.
Sementara, menurut Mukti, tanaman sawit memiliki tingkat produktivitas yang tinggi sehingga efisien dalam penggunaan sumber daya alam, seperti luas lahan. “Jadi kami melihat apa yang dilakukan Uni Eropa terhadap sawit hanya untuk melindungi produk minyak nabati yang mereka produksi, seperti kedelai atau bunga matahari,” ungkapnya.
Menurut Mukti, stagnannya produksi kelapa sawit ini menjadi tantangan bagi industri benih. Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal Perkebunan, memang produksi kelapa sawit meningkat. “Tapi ternyata kenaikan produksi bukan karena produktivitas. Tapi meningkatnya karena perluasan areal,” tukasnya.
“Inilah yang kita hadapi. Sejak adanya morotarium pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak ada lagi perluasan lahan untuk perkebunan besar swasta. Mau tidak mau peningkatan produktivitas dari areal yang sudah ada,” jelas Mukti lagi. (*)