Jakarta, mediaperkebunan.id – Sejak beberapa tahun terakhir Indonesia terus mengembangkan penggunaan minyak sawit untuk berbagai hal, termasuk memproduksi bioavtur atau sustainable aviation fuel (SAF) untuk menjadi bahan bakar nabati (BBN) bagi industri penerbangan demi mengurangi emisi karbon dan menjaga kelestarian lingkungan.
Nah, belum usai kelapa sawit di kembangkan dan di produksi secara massal untuk SAF, dalam waktu yang tidak lama lagi Indonesia tampaknya bakal punya sumber BBN yang bersumber dari komoditas perkebunan lainnya, yaitu tanaman kelapa atau coconut.
Adalah Deliana Dahnum selaku Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Kimia pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang mengungkapkan proyek pengembangan teknologi katalis berbasis metal-organic frameworks (MOFs) untuk mengonversi minyak kelapa menjadi bio-jet fuel.
Hal itu di ungkapkan oleh Deliana Dahnum saat berbicara dalam sebuah diskusi bertajuk “Menggali Potensi Bio-Jet Fuel Berbasis Kelapa dari Indonesia” belum lama ini di Jakarta.
Deliana menyebutkan, sektor penerbangan saat ini menyumbang sekitar 11 hingga 12 persen emisi karbon dioksida global dan 2 persen dari emisi gas rumah kaca.
Kata peraih Penghargaan L’Oréal-UNESCO For Women in Science 2024 ini, bio-jet fuel, juga termasuk SAF, dan dipandang sebagai solusi potensial mengurangi jejak karbon dalam skala besar.
“Kami memanfaatkan minyak kelapa yang tidak layak ekspor sebagai bahan baku. Sekitar 20 hingga 30 persen buah kelapa yang di ekspor seringkali di tolak karena cacat, terlalu matang, atau kecil ukurannya. Minyak dari kelapa ini dapat di olah menjadi bio-jet fuel melalui proses katalisis,” ungkap Deliana.
BRIN, ungkap Deliana Dahnum, telah mengembangkan katalis berbasis MOF karena keunggulannya, seperti luas permukaan yang besar dan sisi aktif yang banyak di dalam material tersebut.
Dia bilang, teknologi ini telah di uji secara laboratorium menggunakan reaktor bertekanan tinggi dan temperatur yang dapat di sesuaikan, dan proses penelitian di mulai sejak 2021 dengan dukungan pendanaan dari proyek kerja sama internasional dengan Korea Selatan.
“Kemudian berlanjut dengan Jepang pada 2023. Serta pada 2024 memperoleh pendanaan dari L’oreal – UNESCO For Women in Science untuk mendukung pengembangan lebih lanjut,” tuturnya lebih lanjut.
“Harapannya, pada 2025, kami bisa memulai produksi dalam skala pilot. Saat ini masih dalam tahap laboratorium, tetapi potensinya besar, tidak hanya untuk minyak kelapa, tetapi juga dari side product (limbah) kelapa sawit,” tegas Deliana Dahnum.
Sama seperti pada sawit, Deliana Dahnum mengungkapkan BRIN yakin pengembangan bio-jet fuel berbahan baku lokal menjadi upaya strategis mendukung transisi energi terbarukan.
“Sekaligus, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang tidak terbarukan. Langkah ini juga mencerminkan komitmen Indonesia dalam mendukung pengurangan emisi karbon global,” kata Deliana Dahnum penuh keyakinan.
Selain itu, Deliana Dahnum bilang langkah BRIN ini bukan hanya bertujuan mengurangi emisi karbon, tetapi juga mendukung ekonomi sirkular. Kata dia, penggunaan kelapa yang tidak layak ekspor memberikan nilai tambah baru pada komoditas lokal yang sebelumnya di anggap limbah.
“Kelapa yang sudah berjamur atau tidak layak konsumsi biasanya di buang. Dengan memanfaatkannya untuk bio-jet fuel, kita tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal. Ini adalah langkah nyata mendukung ekonomi sirkular,” bebernya.
Dalam pengembangan ini, lanjut dia, BRIN tidak bekerja sendiri. Deliana menjelaskan bahwa berbagai kolaborasi telah di lakukan, termasuk dengan Universitas Pertamina (UPER) dan Universitas Prasetiya Mulya (UPM). Kolaborasi tersebut bertujuan menciptakan inovasi katalis yang lebih efektif dan ekonomis.
“Harapannya, teknologi katalis ini dapat di gunakan oleh masyarakat dengan biaya yang lebih murah. Tetapi tentu saja, kita harus memastikan efektivitasnya melalui penelitian dan pengujian lanjutan,” tambahnya.
Yang membuat pihaknya bahagia adalah bahwa dari hasil analisis menunjukkan bahwa minyak kelapa memiliki komposisi yang hampir serupa dengan bahan bakar pesawat jet komersial. “Komposisi minyak kelapa ini sangat mendukung untuk dikonversi menjadi bio-jet fuel. Saat ini, BRIN masih dalam tahap pengujian untuk memastikan kualitas bio-jet fuel yang di hasilkan sesuai dengan standar komersial,” kata dia.
Dirinya juga berharap hasil penelitian ini dapat di gunakan untuk mengolah bahan baku lain, seperti side product (limbah) kelapa sawit, sehingga memperluas dampak positif dari teknologi ini.
“Dengan keberlanjutan riset ini, kami optimis bio-jet fuel dari minyak kelapa tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga memberdayakan masyarakat dan meningkatkan nilai tambah komoditas lokal,” tutup Deliana Dahnum.