Medan, mediaperkebunan.id – Sampai saat ini belum ada obat ampuh dan mujarab untuk mengatasi penyakit ganoderma atau busuk batang di berbagai perkebunan kelapa sawit di seluruh Indonesia.
Karena itu, di butuhkan kerja keras secara bersama-sama oleh semua pihak untuk mengatasi persebaran ganoderma yang di ketahui mampu membuat produktivitas sawit anjlok ini.
“Benar, butuh kerja keras secara bersama-sama oleh semua pihak untuk mengatasi ganoderma yang terus meluas ini,” ucap Fery Darmono Harianja ST MSi selaku konsultan dan distributor pengendalian hama dan penyakit sawit kepada Media Perkebunan, Jumat (13/12/2024) siang.
“Bayangkanlah, sebagai contoh, di Sumatera Utara (Sumut) dan Riau, persebaran ganoderma di dua provinsi bertetangga ini justru semakin meluas setiap tahun,” Fery Darmono Harianja lebih lanjut.
Kata pimpinan PT Pelita Susun Bentang Organik (Pesuntani) ini, persebaran ganoderma di Sumut dan Riau sebagai dua provinsi sawit terbesar di Indonesia tidak hanya terjadi pada perkebunan milik petani, melainkan juga milik perusahaan perkebunan.
Untuk Provinsi Sumut, misalnya, berdasarkan pengalaman yang ia jalani, terlihat persebaran ganoderma terjadi di Kabupaten Asahan, Labuhanbatu, Labuhanbatu Utara (Labura), dan kabupaten lainnya.
Serangan ganoderma di Sumut tersebut, beber Fery, tidak hanya menimpa perkebunan kelapa sawit milik petani yang di kenal minim sumber daya untuk pencegahan, melainkan juga banyak terjadi di perusahaan, baik swasta maupun milik negara, yang justru seharusnya punya resources dana dan sumber daya manusia (SDM) untuk mencegahnya.
Fery mengaku khawatir kalau jumlah perkebunan kelapa sawit yang terkena ganoderma di tahun 2025 bakal bertambah terus. Apalagi bila hal itu di tambahkan dengan luas perkebunan kelapa sawit yang ada di kawasan lahan gambut.
“Karena yang kami amati secara intensif, perkebunan kelapa sawit di laham gambut sudah terkena penyakit ganoderma sejak siklus pertama,” ungkap pria kelahiran kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) ini.
Karena itu, Fery menilai salah satu jalan yang bisa di tempuh untuk mengatasi penyebaran ganoderma adalah dengan metode terpadu dalam segala lini, baik saat mulai tanam perdana maupun saat proses peremajaan atau replanting.
“Misalnya pada saat replanting, di lakukan tahap land clearing atau pembersihan lahan secara terpadu, maka kemungkinan kelapa sawit baru akan terkena ganoderma di usia tanam 16 atau 18 tahun,” saran Fery.
Tetapi bila proses land clearing tidak di lakukan secara terpadu, Fery malah khawatir kebun sawit yang menjalani proses peremajaan akan terkena serangan ganoderma ketika memasuki masa tanam minimal 9 atau 12 tahun atau di saat seharusnya tanaman sawit berada dalam periode kesuburan yang tinggi.
“Itu perkebunan kelapa sawit yang di kelola oleh berbagai koperasi unit desa (KUD) di banyak tempat di Provinsi Riau sudah banyak yang alami kasus seperti yang saya katakan di atas,” ungkap Fery.
Yang tak kalah menyedihkan, Fery membeberkan ada perkebunan sawit di Riau yang sudah menjalani proses replanting untuk ketiga kalinya, akhirnya tanamannya sudah terkena ganoderma di usia tanam 6 tahun.
Bila ada pihak yang menggunakan sistem underplanting atau tanam secara sisip, Fery pun meyakini bahwa sistem seperti itu justru akan membuat tanaman sawit lebih cepat terkena ganoderma.
Fery mengaku tidak asal bicara. Ia punya pengalaman menangani ganoderma di sebuah perkebunan sawit di Riau yang terkenan serangan ganoderma setelah beberapa tahun sebelumnya menggunakan sistem underplanting.
“Bayangkanlah ngerinya serangan ganoderma ini menyerang perkebunan sawit yang pakai sistem underplanting, tinggal 60 pokok sawit yang hidup dari sekitar 130 pokok untuk setiap hektarnya. Hanya tinggal 60 pokok yang sehat, selebihnya di terjang ganoderma,” ungkap Fery Harianja.
Karena itu, Fery kembali mengajak semua pihak untuk bahu-mrmbahu menerapkan sistem terpadu untuk mengatasi serangan ganoderma di perkebunan sawit, baik di lakukan sejak awal replanting atau penanaman, dan di lanjutkan dengan proses perawatan kebun sawit yang terukur.
“Nah, terakhir, soal perawatan kebun sawit ini, berarti termasuk pemupukan. Saran saya kepada pengusaha atau petani sawit, mulailah menggunalan pupuk organik cair (POC) maupun pupuk organik padat (POP) untuk perawaran kebun,” kata Fery menyarankan.
“Dan usahakanlah untuk menggunakan POC atau POP yang sudah tersertifikasi SNI, karena hanya pupuk organik yang sudah bersertifikat SNI yang jelas proses pembuatan dan manfaatnya bagi kebun sawit, serta dapat menyehatkan tanah tempat sawit di tanam dan tumbuh,” tegas Fery Darmono Harianja ST MSi.