Jakarta, mediaperkebunan.id – Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, keterbatasan lahan, dan meningkatnya kebutuhan pangan, Bayer Indonesia menggelar program edukatif bertajuk “The Science Behind: Food Security”. Program ini bertujuan mendorong adopsi bioteknologi di sektor pertanian sebagai solusi ilmiah untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
Acara ini menghadirkan narasumber dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi berbasis sains untuk menjawab tantangan produksi pangan. Prof. Bambang Prasetya, Peneliti Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar BRIN, menyebut bioteknologi sebagai solusi strategis untuk mengurangi kehilangan hasil panen dan menangani serangan hama serta dampak perubahan iklim.
“Dengan pengembangan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan kebutuhan lokal, bioteknologi dapat memperkuat sistem pangan nasional. Kolaborasi antara lembaga riset dan sektor swasta seperti Bayer sangat penting untuk mempercepat adopsi teknologi yang aman dan bermanfaat bagi petani,” ujar Prof. Bambang.
Ia juga menyoroti bahwa Indonesia tertinggal 15–20 tahun dibandingkan negara tetangga dalam pemanfaatan benih teknologi. Karena itu, penggunaan benih jagung bioteknologi seperti DK95R diharapkan bisa mendongkrak produktivitas dan memperkuat swasembada pangan.
Yuchen Li, Presiden Direktur Bayer Indonesia & Country Commercial Lead Indonesia and Malaysia, mengatakan bahwa tantangan multidimensi yang dihadapi dunia saat ini menuntut transformasi di sektor pertanian. “Cara-cara tradisional tidak lagi cukup. Inovasi berbasis sains, termasuk bioteknologi, menjadi kunci. Bayer berkomitmen mendukung ketahanan pangan nasional lewat inovasi ilmiah dan kolaborasi lintas sektor,” katanya.
Sebagai contoh nyata, Bayer meluncurkan benih jagung bioteknologi DK95R pada 2023. Benih ini memiliki keunggulan seperti toleransi terhadap herbisida dan hasil panen yang lebih tinggi. Petani yang menggunakan DK95R dilaporkan mampu meningkatkan pendapatan hingga 30% berkat efisiensi input dan hasil yang lebih baik.
Dalam rangka memperluas adopsi teknologi ini, Bayer bekerja sama dengan KADIN dan Kementerian Pertanian melalui Better Life Farming (BLF) dengan melakukan program Penanaman 1000 Ha Jagung Bioteknologi di tiga provinsi yakni Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Aditia Rusmawan, Agriculture Affairs & LTO Lead Bayer Indonesia, menjelaskan bahwa hasil dari lahan demonstratif menunjukkan produktivitas rata-rata 8,3 ton per hektar, hampir dua kali lipat dari varietas konvensional.
Dari sisi ekonomi, Return on Investment (ROI) juga meningkat, terutama karena efisiensi dalam pengendalian gulma dan produktivitas yang lebih tinggi. Inisiatif ini diharapkan bisa menjadi model replikasi yang mempercepat transformasi pertanian Indonesia. Bahkan, pada tahap awal program di Kabupaten Sumbawa dan Dompu, hasil ubinan mencapai 13–15 ton per hektar dengan kadar air 17%. Angka ini jauh di atas rata-rata nasional yang hanya sekitar 4–5 ton per hektar.
“Produktivitas tinggi ini dapat membantu petani menghadapi fluktuasi harga sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka,” jelas Aditia.
Program ini menggunakan model kemitraan inklusif closed-loop, di mana PT Bayer Indonesia membina petani dalam penggunaan benih dan metode budidaya menggunakan benih jagung bioteknologi DK95R yang tahan pada herbisida dengan metode budidaya yang tepat dan terbukti meningkatkan hasil panen dan pendapatan petani. Sementara PT Seger Agro Nusantara menjamin pembelian hasil panen.

Hamzan Wadi, Salah satu petani dari 2.000 peserta di program ini mengaku merasakan langsung dampaknya. Keberhasilan panen tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi dan ilmu pengetahuan pada bidang pertanian yang tepat guna dan tepat sasaran, akan dapat memberikan manfaat signifikan dalam meningkatkan produktivitas, meningkatkan pendapatan petani, memberikan stabilitas pasokan bahan pangan, dan keberlanjutan pertanian di Indonesia.
“Hasil panen meningkat, biaya turun, dan saya punya lebih banyak waktu untuk keluarga. Selain itu, ketika panen nanti hasil panen kami sudah diserap oleh PT Seger Agro Nusantara, kami mendapatkan kemudahan dari sebelum tanam hingga pasca panen,” tutur Hamzan.
Woro Umayi Ananda, Regulatory Science Manager Seed & Traits Bayer Indonesia, menambahkan bahwa seluruh produk bioteknologi Bayer dikembangkan melalui standar keamanan hayati yang ketat. Proses riset hingga peluncuran varietas baru memerlukan waktu hingga 16 tahun dan mengikuti regulasi ketat terkait keamanan pangan, pakan, dan lingkungan.
“Oleh karena itu, kami berkoordinasi dengan BRIN dan para pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan bahwa setiap inovasi yang kami hadirkan aman, sesuai regulasi, dan merupakan bentuk dukungan Bayer yang benar-benar memberi manfaat bagi petani lokal,” tegas Ayi.
Program ini merupakan bagian dari seri “The Science Behind: A Series of Bayer Media Classes”, yang bertujuan meningkatkan literasi media tentang isu-isu sains di bidang pertanian dan kesehatan. Melalui program ini, Bayer membuka ruang dialog dengan para pakar untuk memperkuat pemahaman publik terhadap peran ilmu pengetahuan dalam menjawab tantangan global dan nasional.