JAKARTA, Perkebunannews.com – Dari 472 varietas yang mendapatkan sertifikat hak perlindungan varietas tanaman (PVT), baru 20 persen di antaranya dari komoditas perkebunan. Sedangkan komoditas hortikultura yang paling banyak mendapat sertifikat hak PVT, disusul tanaman pangan.
Kepala Pusat PVTPP, Kementerian Pertanian, Erizal Jamal mengatakan, setelah hampir dua dekade, sistem perlindungan varietas tanaman telah berjalan cukup efektif. Hal ini bisa dilihat dari 752 permohonan perlindungan varietas tanaman, 118 di antaranya masih dalam proses pemeriksaan substantif.
Menurut Erizal, varietas-varietas tersebut berpotensi menjawab kebutuhan benih dalam negeri dan dimanfaatkan secara maksimal oleh petani. “Pusat PVT terus mengerahkan upaya guna peningkatan jumlah varietas yang dilindungi tersebut,” katanya.
Erizal menuturkan, untuk merakit satu varietas dibutuhkan waktu kurang lebih 4 – 7 tahun dengan investasi dana miliran rupiah. “Dari varietas yang dihasilkan hanya 10 persen yang berhasil dan dikembangkan secara komersial di masyarakat,” tukasnya.
Erizal mengakui, untuk menghasilkan satu varietas memerlukan pengorbanan yang besar, baik dari sisi biaya dan waktu, sehingga layak negara memberikan perlindungan pada hasil pemuliaan melalui PVT dan benih yang dihasilkan dihargai secara layak. “Jadi jangan heran bila di Eropa harga satu kilogram benih tomat lebih mahal dari 1 kilogram emas,” tukasnya.
Sistem PVT, lanjut Erizal, sejatinya merupakan titik yang strategis. Sistem PVT juga stimulan energi dan motivasi kepada pemulia tanaman untuk lebih mampu menggerakkan seluruh potensi yang dimiliki dalam menghasilkan karya intelektual terbaiknya, merakit varietas tanaman yang memiliki sifat baru, unik, seragam, dan stabil (BUSS). (YR)