JAKARTA, mediaperkebunan.id – Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) resmi memberlakukan relaksasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen dari Rp 14.500 per kilogram (kg) menjadi Rp 16.000 per kg. Sedangkan khusus di wilayah Maluku, Papua, dan daerah tertinggal, terluar, terpencil, dan pedalaman menjadi Rp 17.000 per kg.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa mengatakan, kenaikan harga gula konsumsi itu akibat kenaikan harga gula di dalam negeri maupun internasional.
Kenaikan ini, lanjut Ketut Astawa, juga telah dilakukan rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk membahas harga gula yang wajar di tingkat konsumen.
“Berdasarkan hasil input tersebut, kami mengimbau seluruh pelaku usaha ritel untuk dapat mengimplementasikan relaksasi harga dimaksud,” ujar Ketut Astawa di Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Ketut Astawa menjelaskan, relaksasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga gula di dalam negeri yang diberlakukan bagi pelaku usaha di ritel modern (Aprindo dan Hippindo).
Selain itu, tambah Ketut Astawa, harga yang ditetapkan bisa menjadi acuan penjualan (HAP) sesuai kewajaran harga yang ditetapkan. Acuan harga mempertimbangkan harga gula di produsen atau harga internasional, biaya kemasan, biaya distribusi, dan sebagainya.
Menurut Ketut Astawa, relaksasi harga gula ini diberlakukan mengingat harga gula sudah berada di atas HAP. “Fleksibilitas ini akan terus dievaluasi secara berkala sampai harga gula kembali ke level wajar,” katanya.
Data Panel Harga Pangan NFA tanggal 8 November 2023 menunjukkan harga rata-rata nasional gula konsumsi di tingkat konsumen sebesar Rp16.211 per kg, lebih tinggi 11,8 persen di atas HAP. Sedangkan dari data Tradingeconomics mencapai 27,95 sen dolar AS per pon, mencapai level
tertinggi dalam periode lima tahun. (*)