Saat ini 85% perkebunan karet merupakan perkebunan rakyat. Masalahnya sudah tiga tahun harga karet menurun sehingga petani karet semakin terpuruk. Sampai sekarang tidak ada upaya yang significant dari pemerintah untuk menolong petani karet. Daud Husni Bastari, Penasehat Gabungan Pengusaha Karet Indonesia menyatakan hal ini.
Sudah banyak petani karet yang menebang pohon karetnya dan diganti dengan komoditas lain. “ Saya punya kebun karet 30 ha di Lampung yang umurnya dibawah 10 tahun. Disekitarnya juga banyak petani yang menanam karet. Bedanya saya menanam karet klon unggul mereka menggunakan bibit asalan dari seedling. Alasannya bibit unggul mahal dan sulit mendapatkanya. Sekarang produktivitas karet mereka rendah dan dengan harga seperti sekarang karet yang masih kecil ini sudah ditebang dan diganti tanaman lain,” katanya.
Husni juga mendapat laporan dari anggota GAPKINDO di Kalimantan dan Sumut bahwa petani karet sudah banyak yang menebang pohon karetnya. Hal ini juga didukung oleh tingginya harga kayu karet sehingga dari penjualan kayu petani bisa membeli bibit tanaman yang diinginkan.
“Sekarang petani karet seperti dibiarkan. Coba mana ada penyuluh khusus karet, padahal sudah menjadi gantungan hidup banyak orang. Di Filipina, Vietnam, Myanmar, Laos yang baru menanam karet, petani sangat diperhatikan. Penyuluh ada, klon unggul disiapkan, pembibitan disediakan. Di sini petani disuruh nyari sendiri, pembibitan tidak disiapkan.,”katanya.
Dari dulu masalah yang dihadapi petani karet sama saja dan belum ada penyelesaian seperti akses terhadap klon unggul dan pembibitan yang bisa dijangkau. Meskipun harga karet dimana-mana turun, petani Thailand dan Vietnam tidak terlalu menjerit karena mereka menggunakan klon unggul sehingga produktivitasnya tinggi, penurunan harga masih bisa dikompensasi dari tingginya produksi. Petani Indonesia paling menderita sebab harga rendah dan produktivitas rendah akibat menggunakan bukan klon unggul.