Masalah pekerja perempuan dan anak mungkin masih ada pada kelapa sawit baik di perusahaan maupun petani. Temuan-temuan LSM , Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak , Kemennaker adalah realita yang harus diterima. Temuan itu berupa kasus tetapi jangan dijadikan gambaran umum perkebunan kelapa sawit. Sumarjono Saragih, Ketua GAPKI bidang Ketenagakerjaan menyatakan hal ini.
Pelaku usaha kelapa sawit ada dua yaitu perusahaan dan petani. Kalau perusahaan tunduk pada UU. Hanya pengusaha bodoh yang sengaja mempekerjakan anak karena rambunya sudah sangat jelas dilarang. Sedang pada petani belum ada instrumen ini.
Dalam lima tahun terakhir dengan begitu besarnya tekanan menyoroti masalah tenaga kerja , banyak sekali kemajuan yang sudah dicapai. “Dalam hal gender kita baru belajar bagaimana memahaminya. Sedang pekerja anak sangat dilarang,” katanya.
Harus dibedakan kasus dengan kondisi secara umum. Kalau terjadi maka instrumennya adalah pengawasan dan penegakan hukum oleh pemerintah. Masalah pekerja perempuan ini tidak bisa dipandang secara hitam putih begitu saja tetapi ada dimensi lain yaitu budaya (kearifan lokal).
“Di beberapa daerah tidak ada perempuan yang mau menjadi karyawan tetap perkebunan, karena terikat harus masuk jam berapa, bekerja sekian jam, pulang jam berapa. Mereka bekerja kalau lagi butuh saja. Maka instrumen yang digunakan sesuai hukum adalah buruh harian lepas,” kata Sumarjono.
Praktek baik yang sudah dilakukan GAPKI adalah mempromosikan konsep pekerja layak bekerjasama dengan serikat pekerja; mempromosikan dan mensosialisasikan Children right and business principles kepada anggota; pembuatan film perlindungan pekerja perempuan; penelitian tentang pengelolaan buruh perempuan di Lampung; tergabung dalam PAACLA menentang pekerja anak pada sektor industri; sedang dalam proses penyusunan buku panduan pengelolaan buruh perempuan .
Sedang ditingkat perusahaan melarang segala bentuk kerja paksa, profil karyawan tersedia di HR system; secara proaktif memastikan tidak ada pekerja anak dalam setiap setiap kegiatan operasional; penyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan dan penitipan anak; pembentukan komite gender; penerapan sanksi dan sosialisasi larangan melalui rambu-rambu.
Rafail Walangitan, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Ketenagakerjaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengutip Koalisi Buruh Sawit menyebutkan setidaknya ada 18 juta buruh perkebunan sawit dan setengahnya adalah buruh perempuan. Sebagian besar merupakan pekerja prekariat atau Buruh Harian Lepas.
Penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan salah satu program proritas KemenPPA. Salah satu solusi KemenPPA adalah menginisiasi pembentukan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan di Tempat Kerja (RP3). RP3 sudah dibangun di beberapa kawasan industri dan tahun 2020 ini khusus sawit akan dibangun di Kutai Kartanegara, sebab di daerah itu banyak sekali perkebunan kelapa sawit. Sedang di Sumatera Utara khusus pertanian juga termasuk kelapa sawit.