2020, 28 Oktober
Share berita:

Garut, Mediaperkebunan.id

Perhatian Pemprov Jabar terhadap kopi sangat luar biasa sekali. Mulai dari paling hulu pembibitan dibantu, budidaya sampai ke alat pasca panen komplit. Diantara alat-alat pengolahan itu juga ada bantuan dari Ditjen Perkebunan.

“Dengan bantuan alat pasca panen kita jadi tidak terlalu repot mengurusi proses pengolahan kopi. Kopi kami kumpulkan sendiri dari petani, kita olah sendiri, sampai jadi kopi gabah dan green bean diekspor. Ada juga diolah lebih lanjut sampai jadi disajikan di kafe milik sendiri,” kata Hari Yuniardi, dari Kelompok Mahkota Java Coffee Garut.

Rata-rata setiap musim panen Mahkota Java Coffee ini menampung sampai 200 ton kopi dan diekspor. Mahkota juga punya cafe yang paling paling banyak dikunjungi di Garut. Mahkota Java Cafe milik Hari merupakan cafe yang paling ngehits di Garut. Dari puluhan cafe, Mahkota Java yang paling terkenal sampai ke luar negeri dan merupakan salah satu titik yang wajib dikunjungi oleh siapa saja yang ke Garut dengan cita rasa kopi khasnya.

Mahkota melalui KASUGA (Kopi Asli Urang Garut, Kopi Asli Orang Garut) menghimpun 12 kelompok tani dengan total anggota 320 orang. Adanya berbagai peralatan pasca panen membuat Mahkota mampu memenuhi standar ekspor.

“Importir minta keseragaman fisik kopi, kalau tidak maka akan ada masalah. Dalam satu karung kalau kupas basah maka semua harus sama, demikian juga kupas kering semua tidak bisa satu karung dicampur kopi yang dikupas basah dan kering” katanya.

Menurut Enung, Ketua KASUGA yang juga merupakan istri Hari, rata-rata kepemilikan petani dibawah 1 ha. Petani dibantu dalam budiaya dan pengolahan, sejak awal bergabung harus ikuti SOP dan biji kopinya sesuai spek yang ditentukan, kalau tidak maka dikembalikan. Masalah petani adalah konsistensi kualitas sehingga harus terus menerus diingatkan untuk menjaga mutu.

Baca Juga:  Astra Agro Raih Indonesia Most Acclaimed Companies Award

Menurut Hari, petani juga dibantu pemodalan dengan KUR BNI masing-masing Rp24 juta. Saat ini sudah 200 petani mendapat KUR , pencairan sudah 3 kali. “Baru di Garut KUR turun. Kuncinya adalah kita sebagai offtaker yang akan menampung semua hasil petani. Bank butuh offtaker yang bisa dipercaya, dan mereka percaya Mahkota,” katanya.

Kredit langsung diberikan pada petani tanpa melalui Mahkota. Proses kredit sudah melewati BI chek segala. Kelompok tani yang bertanggung jawab atas aktivitas anggotanya. Jika ada satu anggotanya yang tidak bisa mengembalikan kredit maka semua anggota kelompok akan masuk daftar hitam.

“Hal ini akan membuat mereka saling bekerjasama. Bila ada satu anggotanya yang tidak mampu mengembalikan maka semua anggota akan bersama-sama menanggungnya,” kata Hari.

Menurut Enung, petani juga tidak wajib menjual kopinya ke Mahkota. Bila ada penampung lain yang memberikan harga lebih tinggi silakan saja jual ke situ.

Menurut Hari, harga kopi ini sangat transparan. Petani bisa mengakses harga kopi dimanapun dan membandingkannya. Beda dengan sayur mayur.

Menurut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Garut Beni Yoga Gunasantika , kopi menyelamatkan hutan sekaligus bernilai ekonomi masyarakat Garut. Kopi penyelamat ekonomi ekonomi petani Garut setelah sayur mayur.

Karena sudah mampu ke hilir sekali dalam bentuk kopi disajikan di kafe maka nilai tambahnya besar sekali. Karena itu keuntungan bisa dibagi sampai ke hulu. Masa pandemi ketika harga chery jatuh sampai Rp4.500-5.500/kg, Mahkota bisa membeli dengan harga Rp8.500-9.000/kg.

Secara terpisah, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dedi Junaedi menyatakan hilirisasi terkait pasca panen sangat diperlukan guna mendorong pekebun mendapatkan nilai tambah dan daya saing. Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan), memperkuat hilirisasi sub sektor perkebunan melalui fasilitasi alat pasca panen.

Baca Juga:  SWASEMBADA GULA KOMSUMSI RUMAH TANGGA DITARGETKAN 2019, 2025 SELURUHNYA

Hilirisasi yang terkait pasca panen sangat diperlukan untuk mendorong pekebun mendapatkan nilai tambah dan daya saing.Guna memperkuat hilirisasi sub sektor perkebunan, pihaknya memfasilitasi alat pasca panen dan pengolahan hasil perkebunan kepada kelompok tani.

“Hilirisasi difokuskan di tingkat kelompok tani agar menghasilkan bahan baku berkualitas. Sedangkan dukungan pasca panen dilakukan agar petani atau pekebun punya nilai tawar dan menghasilkan end produk bernilai tinggi,” jelas Dedi.