2020, 27 Mei
Share berita:

Menurut Syafaruddin, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Kementan, nilai ekonomi pala (Myrisctica fragan) tahun 2018 adalah ekspor 20.202 ton dengan nilai USD111,69 juta. Pala adalah rempah asli Indonesia yang berasal dari Kepuluan Maluku. Sejak jaman Rowani Kuno sudah dikenal sebagai penyedap makanan. Sejak abad 15 sudah masuk dalam perdagangan dunia. Keunggulan pala Indonesia adalah rendemen minyak yang tinggi dan aroma yang khas. Indonesia adalah produsen pala dunia dengan pangsa pasar 75%.

Selain ada juga pala Papua (Myristica argantea) yang dimanfaatkan untuk bahan obat dan kosmetik. Mempunyai kandungan trismitin sampai 79,55% yang dipergunakan untuk whitening (pemutih) dan mudah diisolasi.

Dukungan Puslitbun untuk pengembangan agribisnis pala saat ini sudah melepas varietas unggul pala yaitu Ternate 1, Tidore 1, Tobelo 1, Banda, Fakfak, Makian, Nurpakuan Agribun dan Tiangau Agribun. Sedang teknologi pembenihan dengan epicotyl grafting yang membuat produksi benih pala lebih cepat dari 3 tahun menjadi 1 tahun. Teknik penyambungan dengan cara cleft grafting adalah yang paling mudah.

Sedang panen dilakukan ketika ada buah yang sudah merekah pada satu pohon dengan warna buah kuning kecoklatan. Pembelahan buah pala menggunakan pisau stainless, pelepasan fuli dilakukan secara manual. Biji pala disortir antara yang tua dan muda.

Teknik pengeringan biji pala adalah dengan rak pengering tipe rumah selama 51 jam atau para-para penjemuran dengan ketinggian 1 m diatas permukaan tanah ditutup kain hitam selama 35-40 jam. Dengan cara ini proses pengeringan lebih cepat, suhu pengeringan sesuai standar maksimal 450 C.

Hal yang paling penting dengan cara ini adalah kadar aflatoksin B1 dan total aflatoksin dibawah ambang batas. Kadar aflatoksin adalah penentu diterima tidaknya pala di pasar ekspor. Eropa menetapkan kadar aflatoksin total maksimal 10 µg/kg dan aflatoksin B1 makimal 5 µg/kg. Pengeringan dengan cara ini membuat kadar aflatoksin total maksimal 3,29 µg/kg dan aflatoksin B1 1,07 µg/kg. Kadar air biji pala juga maksimal 10% dan memenuhi standar mutu.

Baca Juga:  Menurunnya Produksi Rokok Menurunkan Penerimaan Cukai

Wawan Sulistiono dari BPTP Maluku Utara menyatakan di Maluku Utara telah ditetapkan Blok Penghasil Tinggi dan Pohon Induk Terpilih varietas Ternate 1, Tidore 1, Tobelo 1, Makian dan Patani. Potensi produksi bijinya adalah 2,45 juta/tahun.

Ekspor pala dari Maluku Utara adalah dalam bentuk rempah kering utuh. Petani menjual ke pedagang kecil, kemudian ke pedagang pengepul di Ternate dan Tobelo, baru dijual pada eksportir di Surabaya dan Manado. Petani ada juga yang menyuling jadi minyak atsiri. Biji pala yang dihasikan Maluku Utara adalah 6.758 ton, fuli 750,97 ton dan minyak atsiri 609,11 liter.

Data 2017 menunjukkan meskipun Maluku Utara memiliki kebun pala paling luas di Indonesia yaitu 16.822 ton, tetapi produksinya masih kalah dari Aceh yang luas kebunnya 12.031 ha. Produksi Aceh 8.508 ton dengan produktivitas 71 kuintal/ha sedang Maluku Utara 7.957 ton dengan produktivitas 47 kuintal/ha.

Upaya BPTP Maluku Utara meningkatkan produktivitas adalah dengan pemupukan NPK 125% dosis rekomendasi, masing2 300 g/pohon/tahun dengan cara aplikasi tabur pada rorak. Aplikasi diberikan 2 kali pada saat musim hujan. Perbaikan mutu benih dengan pembuatan bibit pala sambung pucuk. Pembangunan kebun pala sambung integrasi dengan kelapa bido.