Jakarta – Suka tidak suka harus diakui bahwa komoditas kelapa sawit tidak hanya menghasilkan devisa yang cukup besar, tapi juga berkontribusi sawit bagi penyerapan tenaga kerja yang juga sangat besar.
Hal tersebut diungkapkan Gamal Nasir, Ketua Dewan Pengawas Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (GAPERINDO) dalam “International Labour on Palm Oil Conference (ILO-POC)” yang diselenggarakan Media Perkebunan di Jakarta.
Bahkan menurut catatannya saat ini jumlah pekerja di perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta terdapat sekitar 3,78 juta pekerja dan 2,2 juta petani dan total pekerja seluruh rantai pasok kelapa sawit adalah 16,2 juta pekerja.
“Artinya jangan meremehkan masalah tenaga kerja di komoditas kelapa sawit, karena ada jutaan orang berada didalamnya,” kata Gamal yang juga Ketua Pelaksana ILO-POC.
Salah satunya, Gamal menyontohkan masalah issue buruh sawit yang memperkerjakan anak dibawah umur. Padahal jika kita menanyakan pada anak atau orang tuanya, anak tersebut bukanlah bekerja, tapi melainkan hanya sekedar main ke kebun ikut orang tuanya.
“Jadi anak itu hanya main atau sekedar ikut orang tuanya yang sedang bekerja, sama dengan cucu saya yang main ke kantor, apakah itu bisa dikatakan bekerja?” Riasu Gamal.
Melihat hal tersebut, Gamal menghimbau untuk segera menyelesaikannya. Sebab hal-hal seperti itu terkadang dijadikan salah satu yang masalah negara pengimpor produk kelapa sawit nasional.
“Sehingga kalau issue ini tidak kita sikapi dengan bijak, maka negara pengimpor kelapa sawit akan semakin memojokkan negara kita sebagai penghasil sawit nomor satu dunia,” tegas Gamal.
Seperti diketahui, Gamal membenarkan, Indonesia tidak akan memperkerjakan anak dibawah umur dan itu sesuai dengan perundang-undangan perlindungan anak maupun Peraturan Pemerintah (PP). Demikian pula dalam pengembangan kelapa sawit berkelanjutan Indonesia telah diatur pula prinsip-prinsip yang harus ditaati perusahaan dalam mempekerjakan karyawannya.
“Sehingga sangat tidak mungkin perkebunan kelapa sawit memperkerjakan anak dibawah umur,” papar Gamal.
Hal senada diungkapkan Kepala Pusat Pelatihan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian Bustanul Arifin, bahwa Indonesia mempunyai segudang aturan dalam hal ketenaga kerjaan, sehingga tidak mungkin memperkerjakan anak dibawah umur.
Bahkan Kementerian Pertanian juga mempunyai standar profesi di perkebunan kelapa sawit yaitu Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKN). Saat ini, ada 3.480 sertifikat dikeluarkan atau masih terlalu sedikit dibandingkan jumlah pekerja sawit.
“SKKN ini sangat penting karena disesuaikan dengan kebutuhan industri. Jumlahnya masih sedikit,” kata Bustanul.
Atas dasar itulah, Bustanul mengatakan, “bahwa saat ini BPPSDMP membuka kesempatan perusahaan perkebunan melakukan pelatihan menggunakan modul-modul SKKN sehingga leibh banyak lagi pekerja yang bersertifikat kompetensi.” YIN