Bandung, mediaperkebunan.id – Penggunaan aspol (asisted polination) saat ini merupakan pilihan yang paling realistis untuk meningkatkan fruit set pada kebun-kebun yang mengalaminya. Biaya produksi memang naik karena penggunan tenaga kerja, tetapi fruit set juga naik secara signifikan. Demikian kesimpulan dari pembicara 2nd ISGANO hari pertama (5/2/2025) yang khusus membahas tentang Elaidobius kamerunicus. Acara ini diselenggarakan Media Perkebunan bekerjasama dengan Perkumpulan Praktisi Perkebunan Indonesia (P3PI).

Saat ini Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) sedang melakukan penelitian untuk menghasilkan Elaidobius kamerunicus super dengan berdasarkan Elaidobius yang ada sekarang. Perhimpunan Ilmu Pemuliaan dan Perbenihan Sawit Indonesia (PIPPSI) sedang melakukan penelitian untuk introduksi specius Elaeidobius lain dari Tanzania. Kemudian juga ada penelitian penggunaan metabolit sekunder oleh PT Sawit Sumber Mas untuk menarik Elaeidobius sehingga fruit set meningkat; juga ada produk untuk menarik kumbang ini sehingga populasinya meningkat.
Semua hasil penelitian ini perlu waktu untuk bisa diterapkan di lapangan. Maka ketika hasilnya belum ada saat ini yang paling realistis adalah melakukan aspol. Beberapa perusahaan yang kebunnya mengalami masalah berhasil mengatasinya dengan cara ini. Aspol merupakan cara yang paling banyak dilakukan perusahaan perkebunan disamping cara lainnya.
BRIN menurut Kepala Pusat Riset Tanaman Perkebunan Setiari Marwanto tahun 2025 sedang melakukan eksplorasi Elaedobiuus dari berbagai wilayah Indonesia, identifikasi morfologi dan molelur, identifikasi ekologi dengan output informasi elaeidobius dengan berbagai keunggulan dan peta ekologi habitatnya.
Tahun 2026 riset uji jelajah dan muatan, seleksi elaeidobius dengan keunggulan tertentu, artifial nest dan diet untuk rearing, genetik dengan output teknologi perbanyakan elaeidobius terpilih. Tahun 2027 dilakukan cross breeding dan modifikasi genetik sehingga dihasilkan super elaeidobius dengan keunggulan tertentu.

Cahyo Sri Wibowo, Wakil Ketua PIPPSI menyatakan assisted pollination merupakan solusi jangka pendek untuk meningkatkan fruit set di Indonesia. Solusi lainnya adalah over pruning, hatchery, hatch and carry technique, atractan dan lain-lain. Perlu solusi jangka panjang untuk menjamin penyerbukan berjalan secara alami seperti 25 tahun pasca introduksi E kamerunicus yang kinerjanya semakin menurun.
E kamerunicus di introduksi ke Indonesia tahun 1983 dengan populasi 508, lebih dari 40 tahun sekarang sudah >1000 generasi dan tetap menjadi andalan meskipun kinerjanya dinilai semakin menurun. Di beberapa daerah saat ini nilai fruit set relatif rendah (<30%) dan sudah banyak penelitian terkait E kamerunicus dan berbagai optimalisanya untuk meningkatkan fruit set.
PIPPSI lewat Dirjen Perkebunan sebagai riset inisiarif Introduksi spesies Elaeisdobius baru anggota GAPKI untuk dibiayai riset. Dengan berbagai proses sudah ada surat izin dari Komisi Agen Hayati, sedang menunggu Keputusan Menteri Pertanian untuk mendapat izin. PIPPSI sudah mengirim 2 entomolog di Pusat Riset Pertanian Tanzania (TARI) .
Program sampai April 2025 adalah eksplorasi serangga penyerbuk di berbagai lokasi mencakup keragaman, niche, koekstistensi, kisaran inang, dominasi serangga dan perilaku serangga pada bunga jantan dan betina sawit. Pengujian siklus hidup dan analisa demografi serangga kandidat, hingga karaterisasinya sebagai serangga penyerbuk baik secara morfologi, perilaku dan molekuler, penentuan serangga terpilih, uji bukan carres atau vektor OPTK. Perbanyakan serangga terpilih, koordinasi dengan TARI, karantina, penyiapan serangga terpilih dan pengiriman ke Indonesia.
Ada 7 spesies Elaeidobius di Tanzania, kemungkinan yang dipilih adalah E subvittatus karena ukuran kecil, diharapkan menjangkau bunga bagian dalam dan pangkal, dan reintroduksi E kamerunicus (warna hitam hampir keseluruhan), perilaku lebih agresif. Akan dilakukan penelitian lebih lanjut di TARI Tumbi tentang biologi, perilaku, koeksistensi dan efektivitas.