Aksi Green Peace menduduki tangki minyak sawit di Sulawesi Utara menuai reaksi dari pemangku kepentingan kelapa sawit yaitu Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR (ASPEKPIR).
ASPEKPIR menyampaikan 5 tuntutan terhadap aksi Green Peace yang ditandatangani Setiyono, Ketua dan Bambang Gianto, Sekjen yaitu :
1. Petani Sawit mengutuk aksi Green Peace yang menduduki tangki minyak sawit di pelabuhan. Aksi tersebut
mengakibatkan ekspor CPO terhambat dan mengancam nafkah petani.
2. Kami meminta Green Peace segera menghentikan aksi tersebut. Kami juga akan melakukan perlawanan bila Green
Peace tidak menghentikan aksinya dan selalu menyalahkan dan menjelekkan kebun kelapa sawit.
3. Tuduhan deforestasi akibat kelapa sawit yang diperuntukkan untuk budidaya kelapa sawit oleh Green Peace
adalah tidak benar. Karena kami berkebun sawit dilahan yang diperuntukkan oleh negara. Dan kami mengundang
Green Peace melihat kebun milik kami.
4. Kami meminta pemerintah untuk melakukan tindakan hukum atas aksi Green Peace tersebut.
5. Kami juga meminta pemerintah mencari solusi lesunya pasar CPO saat ini yang berimbas harga TBS petani yang
terus turun dan sebagian pabrik sudah menolak produksi karena tangki minyak penuh.
Menurut Setiyono, ketika petani melihat gambar pendudukan itu mereka marah dan anggota ASPEKPIR siap datang dan menduduki kantor Green Peace di Jakarta. Tetapi berhasil ditenangkan dan DPP mengutus tiga orang ke Jakarta.
Setiyono bersama Triantana dan Sutoyo mendatangi kantor Green Peace dan diterima Arie Rompas. Forest Campaign Team Leader. Dalam dialog Setiyono menyatakan petani sawit merasa terganggu dengan aksi ini, apalagi dilakukan ketika harga TBS sedang terpuruk sehingga semakin terpuruk lagi. Apa yang dilakukan akan berimbas pada petani juga pada akhirnya. Salah satunya indeks K berkurang karena biaya sewa tangki bertambah. Green Peace diminta berhenti melakukan kampanye anti sawit.
Arie Rompas menyatakan Green Peace sama sekali tidak anti sawit, karena sadar di dalamnya ada jutaan petani selaku salah satu aktor utama yang hidupnya tergantung pada sawit. Green Peace berkampanye untuk perbaikan lingkungan termasuk pengelolaan sawit sustainable. Aksi di tangki Wilmar untuk menagih komitmen perusahaan itu soal deforestasi tahun 2013 yang sampai saat ini belum banyak dilakukan.
“Sasaran kami bukan petani tetapi menuntut perusahaan untuk patuh pada komitmennya sendiri. Kami tidak menolak industri sawit tetapi minta perusahaan besar untuk patuh pada praktek anti deforestasi. Wilmar adalah penguasa perdagangan sawit terbesar sehingga pengaruhnya besar pada rantai pasoknya,” katanya.
Green Peace punya komitmen pada petani sawit dan selama ini sudah bekerjasama dengan Serikat Petani Kelapa Sawit membina petani swadaya. Green Peace tidak pernah menjelekkan industri sawit tetapi menuntut perusahaan besar untuk merubah sistem mereka.