Jakarta, Mediaperkebunan.id
Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Indonesia mengusulkan supaya batas petani yang bisa ikut PSR maksimal 4 ha ditinjau kembali. Selain itu PSR juga kembali ke rohnya pola inti plasma seperti pada masa lalu yaitu pemerintah dengan tegas menugaskan perusahaan untuk tangani PSR dengan serius. Setiyono, Ketua Umum ASPEKPIR Indonesia, menyatakam hal ini pada Rapat Dengar Pendapat Umum Panja Pengembangan Kelapa Sawit Rakyat Komisi IV DPR RI secara daring , yang dipimpin oleh Dedi Mulyadi, Wakil Ketua.
Permentan nomor 98 tahun 2013 tentang Perizinan Usaha Perkebunan menyatakan pekebun luasnya kurang dari 25 ha. Banyak pekebun, terutama petani plasma yang kesejahteraan meningkat akibat sistim inti plasma yang sangat bagus, akhirnya membuka kebun sendiri, sehingga total kepemilkan kebunnya lebih dari 4 ha. Karena itu maksimal 4 ha/pekebun harus ditinjau kembali dan disesuaikan dengan aturan yang ada.
“Peraturan inti – plasma dulu sangat bagus sekali dan sampai sekarang tidak ada bandingannya. Saya menikmati sebagai petani plasma tidak ada masalah dengan bibit ilegitim, perawatan tanaman bagus, produktivitas tinggi dan mutu TBS bagus sehingga harga terjamin sesuai dengan penetapan pemerintah. Saya sudah menjadi petani plasma 30 tahun, ” katanya.
Tetapi aturan PSR malah seperti mendorong petani plasma menjadi petani swadaya. PSR dapat dilakukan bila luas areal minimal 50 ha. Padahal luas areal koperasi plasma satu hamparan 500-1000 ha.
Supaya PSR bisa mencapai target Setiyono minta seperti era pembentukan PIR dulu yaitu perusahaan diberi tugas menangani PSR dengan serius. Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sekarang besar juga salah satu penyebabnya karena dulu membangun kebun plasma.
“Dulu perusahaan ditugaskan membangun kebun plasma 80% dari lahan kawasan hutan yang dilepas. Tetapi sekarang malah dibalik plasma hanya 20%. Dulu pembangunan kelapa sawit sangat berkerakyatan tetapi sekarang malah kapitalis,” katanya.
ASPEKPIR mendukung ISPO yang wajib bagi pekebun tahun 2025. Pekebun yang ikut PSR pasti bisa sertifikasi ISPO karena aturan yang harus dipenuhi mengarah ke sana. ASPEKPIR juga setuju moratorium diteruskan supaya perusahaan lebih konsentrasi pada upaya peningkatan produktivitas baik di kebun sendiri maupun kebun plasma.
Hal yang sangat penting dari PSR adalah pemetaan. Sekarang mencari target PSR sama dengan mencari ikan di laut karena tidak ada pemetaan yang jelas dimana saja kebun yang harus diremajakan. Pemetaan juga penting sebab saat ini banyak kebun plasma eks transmigrasi yang sudah bersertifikat masuk dalam kawasan hutan. Penyelesaiannya masih terkendala karena kebijakan di daerah dan dipusat sering tidak nyambung.
Berdasarkan paparan Setiyono, Dedi Mulyadi menyatakan petani plasma yang sejak awal mendapat perlakuan khusus sekarang kualitasnya meningkat sehingga mampu ekspansi kebun sampai memiliki lebih dari 4 ha. “Tujuan batas 4 ha adalah supaya dana ini dinikmati masyarakat kecil. Sekarang masyarakat kecil ini sudah berubah menjadi masyarakat besar. Kalau sudah besar seperti ini lebih baik mengakumulasi modal untuk peremajaan berikutnya dan jangan bergantung pada program peremajaan pemerintah,” kata Dedi.