Pekanbaru, Mediaperkebunan.id
Salah satu hambatan utama PSR saat ini adalah kebun petani yang sudah bersertifikat masuk dalam kawasan Hutan Produksi Konversi. Ketua ASPEKPIR Riau Sutoyo menyatakan hal ini pada pertemuan teknis PSR, Sarana dan Prasarana , SDM.
Petani ASPEKPIR sebagian besar merupakan lahan transmigrasi yang seharusnya sudah dilepas oleh pemerintah pada masa lalu dan semuanya sudah bersertifikat. Lahan ini juga sudah pernah diagunkan ke bank untuk mendapatkan kredit.
Meskipun demikian ternyata banyak yang masuk dalam kawasan HPK . Contohnya KUD Terani Maju di Inhu ada 120 Ha, sedang di Kuantan Singingi ada 180 Ha. Petani baru tahu lahan bersertifikat ini masuk dalam kawasan HPK ketika mengajukan ikut PSR.
Dengan status seperti ini terpaksa mereka tidak bisa ikut PSR meskipun sudah waktunya untuk peremajaan. Saat ini kebun-kebun ini sedang menunggu proses pelepasan. Sutoyo minta supaya Gubernur Riau segera melakukan percepatan pelepasan kebun plasma yang berada di areal ini.
Dana hibah BPDPKS untuk peremajaan sebesar Rp30 juta/Ha saat ini sudah tidak relevan karena naiknya harga sarana produksi yaitu pupuk dan pestisida. Dana sebesar itu tidak cukup untuk memenuhi persyaratan teknis peremajaan sampai produksi.
Analisa Aspekpir Riau menunjukaan supaya target PSR tercapai yaitu peningkatkan produktivitas dan tata kelola kebun yang lebih baik maka perkiraan biaya yang diperlukan sampai produksi mencapai Rp55 juta/Ha. Jumlah ini masih terbuka untuk didiskusikan dengan berbagai pihak.
Kendala lain yang menonjol saat ini adalah tingginya harga TBS dan meskipun pohonnya sudah tua tetapi produktivitas kebun masih memadai. Hal ini membuat minat untuk melakukan peremajaan menurun. Pemeriksaan oleh APH juga menyebabkan pekebun enggan ikut program ini.
Kendala lainnya adalah dana tambahan berupa KUR khusus replanting sampai saat ini masih sulit diakses khususnya petani yang melakukan peremajaan secara swakelola sehingga tidak punya avalis. Petani juga masih banyak yang punya kredit lain.
Evaluasi menunjukkan banyak peta lahan tidak akurat, peta kebun tidak disertai titik koordinat yang representatif, rekening pekebun tidak aktif sebab waktu pengajuan proposal sampai dengan disalurkannya dana lebih dari 1 tahun. Penyerapan dana PSR rendah kurang lebih 45% dari dana yang disalurkan. Ada juga laporan penyalahgunaan dana PSR di lapangan yang terjadi karena perubahan pengakuan belanja PSR yang semua Bantuan Langsung Tunai menjadi belanja pembangun perkebunan.
Gubernur Riau, Syamsuar dalam sambutanya yang dibacakan oleh Asisten Daerah Bidang Administrasi Umum Joni Irwan menyatakan program yang dibiayai BPDPKS tahun 2021 untuk PSR Riau sudah realisasi 28.251 Ha, melibatkan 103 kelembagaan petani dengan jumlah pekebun 11.516 orang dan dana yang sudah tersalurkan Rp750 miliar. Target tahun 2022 adalah 26.500 Ha di 10 Kabupaten/Kota.
Sedang untuk pengembangan SDM Riau mendapat pelatihan budidaya petani kelapa sawit, panen dan pasca panen, pengelolaan sarana dan prasarana PKS di Pelawan dan Kampar dengan peserta 284 orang.
Sedang Sarana dan Prasarana usulan tahun 2021 yang akan dilaksanakan tahun ini adalah pembuatan dan peningkatan jalan kebun di Siak seluas 170 ha, panjang jalan 3,6 KM , biaya Rp8 miliar. Di Rokan Hulu juga sama dengan luas 68,61 Ha, panjang 4,5 KM , biaya Rp900 juta. Di Pelalawan intensifikasi pupuk dan pestisida 242 Ha dengan biaya Rp4 miliar.
Semuanya merupakan skema bantuan dana BPDPKS untuk kebun rakyat. Bantuan tersebut harus memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku agar dapat dipertanggungjawabkan oleh BPDPKS. Karena itu petani, dinas perkebunan kabupaten, provinsi dan ditjenbun serta BPDPKS harus benar-benar menjaga supaya syarat dan ketentuan ini bisa dipenuhi.